Halaman

Minggu, 27 Januari 2013

Mubalighah Bersama Umat Menegakkan Khilafah Negara yang Menyejahterakan


 Muqaddimah
            Menjadi pengemban da’wah bukanlah pekerjaan yang mudah tetapi bukan pula pekerjaan yang sulit untuk dilakukan oleh seorang hamba Allah, karena pilihan menjadi seorang pengemban da’wah bagi hamba Allah bukanlah pilihan main-main. Tetapi ini adalah pilihan yang serius karena pekerjaan yang dihadapi dalam da’wah pun adalah pekerjaan yang serius dan urgen. Dan para mubalighah adalah pengemban da’wah yang tentunya akan senantiasa amanah dalam mengemban tugasnya sebagai hamba Allah SWT untuk menyampaikan kebenaran.
            Menjadi pengemban da’wah bagi hamba hamba Allah adalah bentuk keta’atannya kepada Allah atas seruan yang telah difirmankanNya dalam Al Quran (Qs. 3:110), sehingga menjadi pengemban da’wah adalah thabi’at yang senantiasa melekat dalam diri seorang hamba Allah yang taqwa.
            Fakta yang terjadi dalam kehidupan (tidak terkecuali yang juga menginfeksi kaum Muslimin) yang sedang berlangsung mendunia saat ini, adalah diberlakukannya suatu aturan main yang sangat jauh dari aturan Allah.  Seluruh manusia diseret dengan cara yang indah (padahal keji) untuk mengikuti aturan main tersebut.  Sehingga bagaikan ikan yang terkena kail pancing seorang muslim tidak mampu mengatakan kebenaran karena mulutnya telah terpikat umpan lezat dari kail yang kemudian ternyata melukainya dan menjebaknya ke dalam perangkap dan siap untuk membunuhnya. Demikianlah yang terjadi pada diri kaum Muslimin, tidak terkecuali pada para pengemban da’wah.
            Melihat kondisi seperti ini, akan menjadi hal yang sangat berbahaya bagi kelangsungan kehidupan Islam, jika perangkap-perangkap itu tidak segera dihindari dan tidak segera dimusnahkan. Dan hal yang sangat tidak kalah penting adalah tidak hanya menunggu petunjuk Allah apalagi yang harus dijalankan.  Tetapi sebagai hamba Allah yang telah Allah berikan akal dan potensi haruslah baginya untuk mencari dan menjemput petunjuk Allah.  Dan da’wah sebagai jalan untuk menyampaikan petunjuk merupakan amanah bagi para pengemban da’wah dalam hal ini Mubalighah dalam rangka  menghancurkan perangkap yang akan dan telah  menghancurkan Kharisma Islam dalam kehidupan ini.

Mubaligah senantiasa Menyeru Umat Menjemput Hidayah
Hidayah secara ‘urf bisa diartikan sebagai jalan yang bisa mengantarkan pada tujuan yang diinginkan, atau jalan yang seharusnya. Dan secara syar’a jalan yang dimaksud adalah jalan yang benar (thariq al-haqq) dan jalan lurus (thariq al-mustaqim), yaitu Islam dan keimanan terhadapnya.  Dengan demikian,secara syar’I, hidayah adalah mendapat petunjuk atau terbimbing pada Islam dan beriman terhadapnya.
            Dalam do’a, biasanya seorang muslim selalu memanjatkan kepada Allah untuk memberinya taufiq wa al hidayah.  Taufiq berkaitan dengan dengan sebab-sebab hidayah, atau sifat-sifat hidayah, yang jika seseorang menyifati diri dengannya maka ia akan mendapat hidayah. Allah tidak akan memberikan taufiqnya secara paksa kepada manusia, melainkan ketika manusia sudah menerima hidayah al khalq, menggunakan gharizah tadayunnya dan menggunakan akalnya kemudian sampai padanya hidayah al irsyad wa al bayan melalui Rasulullah, kaum Muslim atau sarana lainnya, kemudian memahaminya dan menerima hujah Risalah itu maka Allah akan memberinya taufiq dan memudahkannya memahami hidayah dan mengambilnya dan hidup dengannya. Begitulah proses yang seharusnya dilakukan oleh pengemban da’wah. Setelah dia menerima hidayah al khalq dan sampai pada hidayah al irsyad wa al bayan melalui Rasulullah, dia bersungguh-sungguh untuk memahaminya dan menerima hujah Risalah yang dibawa Rasulullah dalam segala hal, termasuk dalam menetapkan langkah da’wah.  Sehingga dalam seruannya pun para Mubalighah akan senantiasa menyeru umat untuk berusaha mencari petunjuk Allah dan menerimanya sebagai bentuk ketha’atan.
           
Firman Allah SWT:

“Dan orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan ketaqwaannya” (Qs. 56:17)

“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS.29:69)

            Jadi, jika seseorang meyakini menjemput hidayah adalah suatu usaha yang harus dilakukannya maka seseorang perlulah untuk mengubah pola hidup berdiam diri terhadap perjuangan menuju taghyir suatu sistem. Dalam ayat yang mulia:

ِ انَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. (QS ar-Ra’d [13]: 11)

Ayat tersebut berkaitan dengan hukum syara’. Yaitu bahwa siapa saja yang menginginkan taghyir (perubahan) yang dia idam-idamkan, maka ia wajib berjuang serius, penuh kesungguhan, jujur dan ikhlas. Maka Allah SWT tidak merealisasikan perubahan untuk orang-orang pemalas dan tidur saja. Akan tetapi Allah akan merealisasinya untuk para aktivis yang berjuang dengan serius, sungguh-sungguh, jujur dan ikhlas…

Mubalighah Menjaga  Amanah Da’wah Sebagai Realisasi Menuju Kebangkitan Umat

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ

”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (TQS. Ali Imran[3]:110)

            Dalam menjaga amanah da’wah ada beberapa kompetensi yang harus diperhatikan.  Kompetensi  yang akan menjadikan seorang pengemban da’wah akan senantiasa berpegang teguh pada langkah da’wah yang sedang ditapakinya. Kompetennsi tersebut antara lain:
  1. Iman yang kokoh
  2. Ilmu yang mumpuni
  3. Amal shalih yang lahir dari keimanan
  4. Senantiasa berjuang dan berdakwah untuk kejayaan Islam
Seperti apa yang telah Allah ajarkan dalam Al Quran:
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2)إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3)
Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (TQS. Al-’Ashr:1-3).
            Sehingga bagi seorang Mubalighah yang senantiasa memahami mengambil hidayah Allah untuk menetapkan langkah da’wah dan menjaga amanah da’wah maka dia akan bersikap:
  1. Memahami kewajiban berdakwah (QS. 3:104, 9:71, 41:33)
  2. Memahami arah dakwah:
          Untuk mendapat ridla Allah
          mentauhidkan Allah
          menjadikan Islam sebagai rahmat.  (QS. 21:107)
          Menjadikan Islam sebagai pedoman hidup (QS. 2:208, 3:85)
  1. Memahami tujuan dakwah:
    • Membentuk kader yang berkepribadian Islam
    • Membentuk jamaah yang membina kader dan memperjuangkan tegaknya khilafah
    • Membentuk daulah khilafah
  1. Memahami dan mencontoh thoriqoh dakwah Rosulullah SAW
  1. Memiliki kemampuan dan keahlian untuk berdakwah:
    • Menguasai materi dakwah (matang dalam tsaqofah Islam)
    • Menguasai medan dakwah: senantiasa mengikuti perkembangan politik, sehingga mampu melakukan siro’u-al fikri dan kasf-al khuthot
    • Menguasai retorika dakwah

Mubalighah Bersama Umat Menegakkan Khilafah Negara Yang Menyejahterakan
            Mubalighah sebagai tokoh Agama yang kompeten dalam mengajarkan Syari’ah Islam sangat potensial untuk mengajak serta umat menolak dan mencegah kema’siyatan yang dibawa oleh antek-antek liberal(penganut faham kebebasan yang memisahkan agama dalam kehidupan, hidup serba boleh tanpa aturan dari Sang Maha Pencipta Alam ”Allah”).
            Mubalighah sebagai tokoh umat mampu membangun kekuatan bersama umat untuk menegakkan Syari’ah Islam dan menuntut penegakkannya di tempat di mana umat hidup sebagai bentuk penjagaan aqidah umat dalam menetapkan ketha’atan kepada Allah dalam setiap sendi kehidupannya.  Di mana sendi kehidupan itu bisa tegak jika ada naungan yang mampu menjaga pelaksanaan ketha’atan manusia dan Khilafah mampu menaungi setiap ketha’atan.
            Jika saat ini basis dukungan massa sangat besar berdiri di belakang mubalighah (melalui jama’ah MT, muhibbah mubalighah, jama’ah kajian rutinitas dll) maka ini adalah Karunia Allah dan sebuah potensi yang tidak bisa disia-siakan. Ini amanah Allah dalam menyampaikan perubahan. Perubahan ke arah yang mampu menyelesaikan setiap persoalan umat. Di mana umat sangat menginginkan kesejahteraan. Dan, banyaknya jumlah dan peserta majlis-majlis ta’lim adalah amanah bagi para mubalighah untuk membinanya ke arah pemahaman Islam yang benar dengan pengaturan yang baik dan terarah.
            Umat butuh Syari’ah untuk mengganti hukum jahiliyah menjadi hukum Allah, dan untuk mengganti sistem kufur menjadi sistem Islam. Dan dengan berlandaskan ajaran Allah dalam Qs. 13:11 umat diajak untuk sama-sama meningkatkan taraf berfikir dan tingkat pemahamannya terhadap Islam sehingga mampu untuk mewujudkan adanya perubahan perilaku.
            Umat butuh Khilafah, karena hanya Khilafah lah yang mampu menerapkan Islam secara kaaffah dalam kehidupan, dan Khilafah pun adalah janji Allah, Bisyarah nabawiyah. Dan untuk mewujugkannya umat butuh jama’ah da’wah yang mampu berjalan bersamanya dalam meraih janji Allah.  Dalam kondisi ini Mubalighah sangat dibutuhkan oleh Diin islam sebagai penjaganya (haaritsan aaminan) yang mampu berjuang untuk menerapkan Islam seoptimal mungkin.  Tanpa da’wah, Islam tak kan bersinar lagi.  Tanpa da’wah Islam akan tetap tenggelam.  Dan kesejahteraan menjadi hal yang jauh dari dambaan umat, dan Negara Khilafah telah membuktikan kesejahteraan itu lebih dari 13 abad lamanya sampai dengan tahun 1924. Mubalighah punya peranan untuk menyadarkan dan mengajak umat ke arah tegaknya Khilafah Negara yang menyejahterakan.  InsyaAllah.

Ikhtitam

            Allah telah menciptakan pada diri manusia qabiliyah (kapasitas) untuk kebaikan maupun keburukan.  Dan Allah telah menjelaskan pula jalan kebaikan atau jalan hidayah maupun jalan keburukan atau jalan kesesatan (Qs. As-syams:8; Qs. Al-Balad: 10). Lalu Allah membebaskan manusia untuk memilih jalan hidayah atau jalan kesesatan itu  (QS. Al-Kahfi: 29).  Jika orang mencari dan menjemput hidayah, dengan mengupayakan sifat-sifat hidayah ada dalam dirinya atau memilih jalan hidayah, maka Allah memberikan taufiq sehingga mendapat hidayah dan Allah mendapat hidayah kepadanya.  Dan jika sebaliknya, maka Allah tidak akan memberinya tufiq, bahkan Allah akan menambah kesesatannya. Naudzu billlah...
Bahwa perjuangan da’wah untuk mewujudkan perubahan yang diidamkan adalah fardhu dan itu berada di dalam wilayah yang dikuasai manusia. Realisasi perubahan hari ini atau besok, di tempat ini atau di tempat yang itu, adalah berada di wilayah yang menguasai manusia. Karena itu, tidak boleh putus asa atau duduk berpangku tangan jika pertolongan yang dijanjikan belum juga datang. Panjangnya jalan sama sekali tidak berarti kelirunya para aktivis. Akan tetapi itu seperti yang difirmankan oleh Allah SWT:

إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS ath-Thalâq [65]: 3)

Dan sesungguhnya Allah SWT tidak merealisasi perubahan untuk orang-orang pemalas dan yang tidur saja, akan tetapi Allah akan merealisasi perubahan itu untuk para pejuang yang jujur dan mukhlis.

Dan Allah SWT adalah pelindung yang memberikan tawfiq.

Bekasi, 2 Nopember 2012
Salam Perjuangan-Ummu Azkia

KEKERASAN SEKSUAL PADA ANAK BUAH DARI SEKULERIME


oleh Ummu Azkia Fachrina pada 25 Januari 2013 

Beberapa waktu yang lalu kita dikejutkan dengan berita tentang seorang anak perempuan berusia 11 tahun yang diduga sakit akibat kekerasan seksual.  Tidak lama kemudian, Risa nama anak tersebut diberitakan meninggal.  Kasus itu adalah kasus yang kesekian kalinya.  Menurut data yang dilaporkan kepada Komnas Perlindungan Anak, pada Tahun 2011 ada 2.509 laporan kekerasan dan 59% nya adalah kekerasan seksual. Dan pada tahun 2012 Komnas PA menerima 2.637 laporan yang 62% nya kekerasan seksual (bbc,18/1).

Beberapa analisa penyebab kasus kekerasan seksual anak mulai bermunculan. Ada yang berpendapat  bahwa itu karena kemiskinan  dan juga faktor pendidikan. 

Jika kita analisis secara mendalam, sesungguhnya kekerasan seksual yang terjadi pada anak tidaklah dapat dipisahkan dari penerapan sistem yang diberlakukan di suatu negeri, di mana sistem hidup sekuler (agama dipisahkan dalam kehidupan dalam segala keputusan)  menjadi biang dari maraknya tindakan-tindakan kemaksiyatan di berbagai negeri, termasuk Indonesia. Kejadian tersebut tidak bisa dilepaskan dari nilai-nilai hidup yang salah yang telah berkembang di masyarakat.  Pelaku kekerasan seksual pada anak yang mayoritasnya adalah orang dekat korban, menggambarkan keadaan masyarakat di suatu wilayah yang sakit sangat parah. 

Kepadatan penduduk, kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya perhatian orangtua kepada anak, adalah suatu kondisi yang tidak berdiri sendiri. Semua merupakan hasil panen dari tanaman sistem kehidupan sekarang yaitu demokrasi liberal.  Nilai kebebasan yang dikandung sistem ini menjadi racun mematikan bagi akal dan naluri manusia. Hingga seorang ayah kandung tega menggauli darah dagingnya sendiri.  Membuat saudara kandung mengeluarkan hasrat buruk terhadap saudaranya sendiri.  Ketika agama tidak lagi menjadi standar perilaku, maka hawa nafsu menjadi penentu. Akibatnya, manusia berlomba memenuhi kebutuhan jasmani sesuka hatinya. Liberalisme telah menghilangkan ketaqwaan individu, hilang fithrahnya sebagai hamba Allah. 

Pada sisi lain, maraknya kekerasan seksual pada anak menjadi gambaran betapa lemahnya jaminan keamanan bagi anak-anak.   Bahkan orang tua yang seharusnya menjadi pelindung  justru menjadi sumber ancaman bagi anak-anak.  Hal ini menggambarkan bahwa keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai tempat yang aman bagi anak. Kondisi ini menjadi makin berat ketika orangtua termasuk ibu sibuk bekerja. Kesibukan orang tua membuatnya lupa mengawasi anaknya.  Bahkan Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait  menyatakan maraknya kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga dekat, adalah indikasi dari keluarga yang gagal.  Oleh karena itu dibutuhkan keluarga yang perhatian kepada anak dan keluarga ramah anak (VIVAnews, 13/1). 

Saat ini, keluarga semacam itu sepertinya sulit diwujudkan.  Kemiskinan membuat kaum ibu harus ikut bekerja mencari nafkah, sehingga mengabaikan perannya sebagai pendidik anak.  Sulitnya kehidupan mengakibatkan tekanan psikologis pada orang tua, sehingga memicu terjadinya kekerasan kepada anak. 

Selain keluarga, lingkungan dan Negara juga telah abai memberikan jaminan keamanan kepada anak-anak. Kehidupan masyarakat yang saat ini diwarnai oleh kehidupan materialistis dan hedonis, akan membentuk individu yang hanya mengutamakan terpenuhinya kebutuhan jasmani.  Bahkan Negara memfasilitasi hal tersebut. 

Maraknya pornografi dan pornoaksi menjadi bukti bagaimana syahwat dibiarkan menuntut pemuasan. Rendahnya kontrol masyarakat juga membuat banyaknya kasus yang tidak dilaporkan.  Akibatnya para pelaku masih bebas berkeliaran dan mengancam keselamatan anak

Ringannya hukuman bagi pelaku kekerasan seksual menjadi bukti tambahan lemahnya jaminan negara atas keamanan anak.  Hukuman masih tidak memberikan efek jera.  Pelaku tindak pencabulan anak di bawah umur umumnya akan dijerat Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, dengan hukuman antara 3 sampai 10 tahun penjara.  Sementara dalam KUHP, tindak pemerkosaan diancam hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara.  Namun para hakim sangat jarang menjatuhkan hukuman maksimal. Solidaritas Masyarakat Anti Kekerasan mengusulkan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual dihukum minimal 20 tahun penjara dan maksimal seumur hidup

Inilah buah dari pohon sekuler. Sistem yang membawa kerusakan pada masyarakat dan meruntuhkan sendi-sendi kehidupan manusia. Sistem ini membuat manusia tidak lagi menjadi mulia karena perilakunya seperti binatang. Oleh karena itu Sudah seharusnya sistem rusak ini dibuang jauh-jauh dan digantikan dengan sistem Islam dalam tatanan daulah Khilafah Islamiyyah.

Daulah khilafah membangun masyarakat Islam diatas landasan keimanan, yang meyakini adanya hari pembalasan. Negara menjadi ‘perisai’ yang melindungi seluruh warga negaranya, termasuk anak-anak.  Negara wajib menjaga kebersihan pikiran dan lingkungan dari kemaksiatan. Islam juga menetapkan hukuman berat bagi pelaku tindak kekerasan seksual apalagi kepada anak, sehingga akan memberikan efek jera pada yang lain. Oleh karena itu, anak akan terbebas dari kekerasan seksual ketika hidup dalam naungan Daulah Khilafah.

KAPITALISME LAHIRKAN GENERASI INSTAN


Bottom of Form
oleh Ummu Azkia Fachrina pada 25 Januari 2013 

Sebutlah A, B, atau C. Jika A,B, atau C itu adalah gambaran potret kaum muda Indonesia yang hidup dalam sistem kapitalisme yang liberalis (mengajarkan kebebasan) dan sekuleris (memisahkan agama dari kehidupan). Hidup semaunya dan  sesukanya, tak mau diatur dengan aturan apapun, dan menjadikan agama hanya sebagai identitas di kartu pengenal entah Kartu pelajar, KTP atau SIM dan yang semisalnya. Impian mereka ingin meniru artis atau selebritis. Bisa foto model, artis sinetron, boyband atau girlband, komedian atau yang lainnya. Alasannya sederhana, gampang dapat uang dan mudah tenarnya. Mereka ingin raih semua impian tersebut dalam waktu singkat, secara  instan. Tak mau bersusah payah dan tak mau bersabar melakukan sebuah proses menuju impian.

Jika gambaran tersebut tetap Berjaya, sungguh generasi muda kita terancam bahaya. Orientasi anak-anak kita akan bergeser untuk menjadi selebritas, bukannya menjadi ilmuwan, cendekiawan, ulama dan sebagainya, cita-cita yang lebih berkontribusi terhadap kemajuan umat. Belum lagi bahaya terhadap akhlak dan agama.  Budaya selebritas yang dekat dengan pergaulan bebas, eksploitasi fisik, dan kebebasan berkspresi, dikhawatirkan akan berimbas negatif terhadap perkembangan kepribadian. Akhirnya, yang dikejar hanyalah ketenaran dan materi dan kemudian  lalai dari tujuan hakiki kehidupannya, mencari ridha Allah, tergantikan tujuan duniawi, menjadi kaya dan  terkenal. Ini adalah gambaran generasi muda yang sangat jauh dari harapan umat, dan tentu sangat jauh dari gambaran   khoiru ummah (umat terbaik) yang disebut Allah di dalam firmanNya

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah, Dan sekiranya ahlul kitab beriman maka itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada menjadi orang-orang yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik “ (TQS Ali Imran 110)

Tak hanya itu, kapitalisme juga lahirkan generasi instan yang juga sangat berbahaya. Keinginan untuk meraih tujuan dengan terburu-buru,dan  mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat menjadi celah bagi berbagai kejahatan. Impian menjadi  selebriti, ingin  diraih dengan instan, akhirnya malah jadi korban penipuan bahkan ada yang tewas mengenaskan. Menurut catatan Komnas Perlindungan Anak sepanjang Januari hingga Oktober 2012, setidaknya terjadi 21 kasus penculikan yang berawal dari perkenalan korban dengan pelaku melalui situs jejaring sosial. Satu orang di antaranya tewas saat ditemukan oleh pihak keluarga (kompas.com, 11/10/2012)

Kapitalisme juga mengajarkan agar kaum muda berkeinginan untuk meraih kesenangan hidup sesaat, ingin berpakaian dan berdandan mengikuti mode, punya black berry keluaran terbaru, berhura-hura  dan mengikuti gaya hidup hedonis lainnya. Semuanya menuntut untuk dipenuhi secara instan karena  keterbatasan ekonomi, keahlian maupun ketrampilan. Akhirnya  harus mengorbankan  harga diri, menjual tubuh, mengorbankan sekolah, masa depan dll.

Kapitalisme juga melahirkan generasi yang malas berusaha. Lihatlah persaingan tak sehat ketika Ujian Nasional digelar. Kunci Jawaban diperjualbelikan, nyontek sudah menjadi pemandangan umum di berbagai sekolah, bahkan gurupun terlibat dalam proses kecurangan seputar Ujian Nasional. Orang tuapun  berucap ‘alhamdulillah’ ketika mendengar cerita sang buah hati bahwa ia mendapatkan contekan dari gurunya. Semuanya seolah  berlomba untuk melahirkan generasi instan, yang  ingin meraih nilai tinggi dalam ujian tapi tak ingin bersusah payah belajar.  Apa yang akan terjadi dengan masa depan negeri ini jika generasi mudanya adalah generasi seperti ini? Lantas apakah kita akan tetap membiarkan ini terjadi?

Islam Lahirkan Generasi Pengubah Peradaban
Gambaran kaum muda  Indonesia di atas tentu  sangat jauh dari gambaran generasi muda ideal. Berkaca dari sejarah, ada beberapa anak muda muslim di masa terdahulu  yang layak menjadi teladan bagi  kaum muda Indonesia karena prestasi mereka yang luar biasa bagi kemajuan umat dan bahkan sebagian dari mereka berkontribusi dalam  mengubah  peradaban dunia.

Usamah bin Zaid, telah ikut berperang sejak kecil, dan karena keahliannya, maka ia diangkat menjadi panglima perang pada usia enam belas tahun, di riwayat yang lain disebut di usia delapan belas tahun.  Muadz bin Jabal, salah seorang sahabat Rasul yang terpercaya, Rasulullah saw pernah memujinya: “Muadz bin Jabal adalah orang yang paling tahu tentang halal dan haram di kalangan umatku”. Beliau ketika dinobatkan menjadi hakim agung negara, usianya masih 18 tahun.

Pemuda-pemuda semacam Usamah dan Muadz, banyak kita temui juga pada masa setelah generasi shahabat.  Imam Syafi’i, di usianya yang menginjak 14 tahun telah dijadikan sebagai rujukan dalam memberikan fatwa agama.  Muhammad Al fatih, memimpin penaklukan Konstantinopel di usianya yang ke-24. Seorang ahli kedokteran sekaligus penemu ilmu kedokteran yang kita kenal sebagai Ibnu Sina,telah hafal Qur’an dan belajar ilmu kedokteran di usia 10 tahun. Dan di usia ke 17, Allah memberinya jalan yang tak pernah ia duga sebelumnya, ia berhasil menyembuhkan penyakit raja Bukhara padahal banyak tabib dan ahli tak berhasil menyembuhkannya.

Mereka masih sangat muda, namun prestasi mereka luar biasa.  Pemuda-pemuda semacam mereka lah yang menjadi gambaran generasi muslim ideal, dan layak untuk dicontoh  generasi muda sekarang. Mereka memiliki karakteristik sebagai berikut

1. Keimanan yang kuat
Keimanan yang kuat menjadi fondasi dasar yang harus ada dalam setiap muslim. Generasi yang memiliki keimanan yang kokoh hanya menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah. Generasi yang menjadikan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta  dan Rasul-Nya di atas kecintaan-kecintaannya yang lain.  Pada diri mereka tertanam keyakinan yang kuat, bahwa hidup adalah ladang amal untuk mencari ridha Allah.  Maka mereka berusaha dan berbuat sebaik-baiknya untuk mengisi hidupnya dengan spirit perjuangan meninggikan kalimat Allah, menegakkan agama-Nya, dan menyebarkan cahaya Islam ke seluruh dunia.

2. Berkepribadian Islam
Sosok generasi yang berkepribadian  Islam adalah generasi yang memiliki keyakinan kuat terhadap Islam (berakidah islam), lalu akidah Islam tersebut dijadikan sebagai pijakan dan standar satu-satunya dalam mengarahkan cara berpikirnya dan pola bersikapnya. Semua aktivitas dan problem dalam kehidupan, diatur dan diselesaikan berdasarkan aturan  Islam (Syari’at Islam).
Bagi generasi yang berkepribadian Islam, kenyataan yang ada di masyarakat bukanlah parameter mereka untuk berbuat, tetapi  Islam-lah yang harus dipegang kuat. Mereka yakin bahwa hanya aturan Islam yang terbaik dan layak diterapkan.   Ini akan mendorongnya untuk secara  terus menerus menggerakkan perubahan di masyarakat menuju kehidupan yang Islami. Mereka  akan berusaha semaksimal mungkin menjadi teladan dan motor perjuangan Islam yang nyata di tengah masyarakat.

3. Berjiwa pemimpin dan peduli umat.
Penerapan Syari’at Islam tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam saja, tetapi merupakan rahmat bagi seluruh manusia dan mensejahterakan kehidupan dunia. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (TQS. Al Anbiyaa’ : 107).  Karakter Islam yang demikian inilah yang mendorong umatnya untuk menyebarkan dan memperjuangkan Islam untuk tegak di muka bumi, karena Islam tidak sekedar memperbaiki individu, tapi juga masyarakat, negara dan dunia seluruhnya. Hal ini yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemimpinan dalam diri umat atau generasi Islam.

Generasi ini tidak hanya mementingkan kesenangan hidup di dunia dengan mengejar materi, bermain-main dan berhura-hura (gaya hidup materialistik hedonistik). Generasi ini serius dan sungguh-sungguh dalam memperjuangkan tegaknya Islam hingga menyinari seluruh alam. Generasi yang memberikan keteladanan dan memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan umat secara keseluruhan.
Generasi terbaik ini juga memiliki kepedulian yang besar terhadap kondisi umat.  Ia tidak rela dengan kondisi keterpurukan dan kelemahan umat.  Maka ia mengerahkan seluruh potensinya untuk memperjuangkan kebangkitan umat.  Ia menjadi motor perjuangan dan agen perubahan di tengah umat.

4. Menguasai tsaqofah Islam dan ilmu pengetahuan
“Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Qs. az-Zumar [39]: 9).
Generasi muslim yang mumpuni akan senantiasa  menyesuaikan setiap amalnya sesuai dengan ketetapan Allah. Maka ia berusaha untuk menguasai ilmu-ilmu yang ia butuhkan untuk mampu memahami hukum Allah atasnya.  Tak putus-putusnya ia mempelajari tsaqofah Islam, sehingga akhirnya ia mampu menguasainya.
Hal ini diimbangi dengan semangat menambah ilmu pengetahuan. Ia memahami bahwa seorang muslim tidak hanya hidup untuk akheratnya saja.  Ia memiliki motivasi kuat untuk menguasai teknologi yang akan membawa maslahat dan mengantarkan pada kemajuan umat.  Ia tidak rela Islam berada di bawah kendali umat lain dalam teknologi, karena keyakinannya bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang diciptakan  Allah seperti dalam Al Qur’an Surat Ali Imran 110.

Menjadi Generasi  Pengubah Peradaban, Bukan Generasi  Instan
Apa yang dicapai Imam Syafii, al Fatih, Ibnu sina dan tokoh-tokoh muslim lainnya di usia muda adalah buah dari kerja keras dan kekuatan ruhiyah yang mereka miliki, bukan dengan jalan pintas atau berbagai cara instan yang menghalalkan segala cara.  Mereka terkenal, bukan karena ingin terkenal tapi karena keinginan untuk memberikan persembahan terbaik kepada umat dan agama, dan ingin meraih kemuliaan hidup dunia dan akhirat. Mereka berhasil setelah bertahun-tahun sebelumnya, mereka mencanangkan tekad dan menempa diri untuk melakukannya dan juga peran dari orang-orang terdekat mereka seperti orang tua, guru dll. Salah satu pepatah Arab “man jadda wajada” yang artinya “barang siapa bersungguh-sungguh maka akan berhasil” sangatlah tepat  untuk menggambarkan upaya mereka.

Tengoklah bagaimana kisah hidup Imam Syafi’i. Karya-karyanya yang luar biasa,telah menjadikannya sebagai ulama besar yang akan selalu dikenang hingga akhir jaman. Itu semua tak diraih dengan mudah dan instan. Beliau lampaui masa kecilnya hanya dengan seorang ibu yang sangat miskin.  Kemiskinan yang dialaminya tidak  membuat  Imam Syafi’i menyerah dalam mencintai Islam dan menimba ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta semata-mata demi kecintaannya dalam menulis ilmu Islam. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi.

Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani Hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.

Muhammad Al Fatih. Yang biasa disebut Al Fatih,Sang Penakluk benteng Konstantinopel,  telah belajar keras sejak kecil. Ia dididik sejak kecil oleh ulama-ulama besar pada jamannya yang telah membentuk mental penakluk pada dirinya. Maka tidak mengherankan ketika berumur 23 tahun, al-Fatih telah menguasai 7 bahasa dan dia telah memimpin ibu kota Khilafah Islam di Adrianopel (Edirne) sejak berumur 21 tahun (ada yang memberikan keterangan dia telah matang dalam politik sejak 12 tahun). Sebagian besar hidup al-Fatih berada diatas kuda, dan beliau tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya untuk menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan dan idzinnya atas keinginannya yang telah terpancang kuat dari awal yaitu Menaklukkan Konstantinopel.

Al Fatih sangat sadar,  untuk menaklukkan Konstantiopel dia membutuhkan perencanaan yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan. Maka diapun membentuk dan mengumpulkan pasukan elit yang dinamakan Janissaries, yang dilatih dengan ilmu agama, fisik, taktik dan segala yang dibutuhkan oleh tentara, Dan pendidikan ini dilaksanakan sejak dini, dan khusus dipersiapkan untuk penaklukan Konstantinopel. 40.00 orang yang loyal kepada Allah dan rasul-Nya pun berkumpul dalam penugasan ini. Selain itu dia juga mengamankan selat Bosphorus yang menjadi nadi utama perdagangan dan transportasi bagi konstantinopel dengan membangun benteng dengan 7 menara citadel yang selesai dalam waktu kurang dari 4 bulan.

Tetapi Konstantinopel bukanlah kota yang mudah ditaklukkan, kota ini menahan serangan dari berbagai penjuru dunia dan berhasil menetralkan semua ancaman yang datang kepadanya karena memiliki sistem pertahanan yang sangat maju pada zamannya, yaitu tembok yang luar biasa tebal dan tinggi, tingginya sekitar 30 m dan tebal 9 m, tidak ada satupun teknologi yang dapat menghancurkan dan menembus tembok ini pada masa lalu. Dan untuk inilah al-Fatih menugaskan khusus pembuatan senjata yang dapat mengatasi tembok ini.

Setelah mempersiapkan meriam raksasa yang dapat melontarkan peluru seberat 700 kg, al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3, yaitu pasukan laut dengan 400 kapal perang menyerang melalui laut marmara, kapal-kapal kecil untuk menembus selat tanduk, dan sisanya melalui jalan darat menyerang dari sebelah barat Konstantinopel

Keseluruhan pasukan al-Fatih dapat direpotkan oleh pasukan konstantinopel yang bertahan di bentengnya, belum lagi serangan bantuan dari negeri kristen lewat laut menambah beratnya pertempuran yang harus dihadapi oleh al-Fatih, sampai tanggal 21 April 1453 tidak sedikitpun tanda-tanda kemenangan akan dicapai pasukan al-Fatih, lalu akhirnya mereka mencoba suatu cara yang tidak terbayangkan kecuali orang yang beriman. Dalam waktu semalam 70 kapal pindah dari selat Bosphorus menuju selat Tanduk dengan menggunakan tenaga manusia. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan:

“kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung,” 70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari Selat Bosphorus ke Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam

Subhanallah, upaya yang dilakukan Al Fatih dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, ditambah dengan kedekatannya yang luar biasa kepada Allah, telah memastikan pertolongan Nya kepada Al Fatih.

Sejarah dipelajari bukan hanya untuk dikenang tapi agar kita bisa belajar dari sejarah. Banyak orang yang belajar sejarah tapi tak banyak orang yang belajar dari sejarah. Dengan mempelajari sejarah, bagaimana tokoh-tokoh besar tak lahir secara instan, seharusnya memacu para pemuda saat ini untuk bisa menjadi pemuda idaman, pengubah jaman dan peradaban dengan mengerahkan segenap kemampuan.

Islam Mengajarkan Cara Meraih Tujuan
Boleh saja bermimpi, tapi berusahalah dan  tentukan langkah riil untuk meraih impian. Nasihat ini sangat tepat untuk orang-orang yang ingin meraih keberhasilan, dan menggapai mimpi-mimpinya. Dan ini pula yang diajarkan oleh Islam. Dalam perspektif syariat Islam, melakukan upaya untuk meraih suatu tujuan atau yang kemudian disebut dengan  istilah as-sababiyah merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT.

Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad saw  yang hendak meninggalkan untanya. Ia kemudian berkata, “Aku akan membiarkan untaku, lalu akan bertawakal kepada Allah.” Akan tetapi, Nabi Muhammad Saw bersabda kepadanya, “i’qilha wa tawakkal” yang artinya “Ikatlah (untamu) dan bertawakallah (kepada Allah).” (HR Ibnu Hibban).  Di dalam hadist ini ada dua tuntutan yaitu mengikat unta dan bertawakal. Hukum tawakal adalah wajib sebagaimana firman Allah “ Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah/ sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (TQS Ali Imran 159).  Hukum mengikat unta  (melakukan upaya/usaha untuk meraih tujuan) juga wajib karena kata i’qilha (ikatlah untamu)    adalah shighat amr (bentuk perintah) yang mengandung tuntutan yang pasti (thalab jazm) untuk mengerjakan sesuatu. Ini karena adanya wawu ‘athaf yang mengandung makna muthlaq al-jam’i (penyatuan mutlak), yaitu menyatunya ma’thuf dan ma’thuf alayh  dalam satu hukum. Sehingga dipahami dari hadist ini bahwa mengikat unta yaitu berusaha dan bertawakal, ke duanya hukumnya wajib.

Tak hanya mewajibkan adanya upaya untuk meraih tujuan, Islam juga mengajarkan bahwa upaya tersebut harus dilakukan dengan penuh kesungguhan, melewati berbagai tahapan yang pasti akan penuh dengan rintangan dan hambatan, juga  membutuhkan kesabaran dan keteguhan. Jika kita mengkaji secara cermat kehidupan Rasulullah Saw, kita akan dapati bahwa beliau selalu melakukan as sababiyah. Beliau tidak pernah menargetkan kemenangan di medan peperangan tanpa adanya persiapan militer, tidak menuntut perubahan masyarakat tanpa melakukan interaksi dengan mayarakat melalui pergulatan pemikiran, tidak menaklukkan kota Mekah tanpa mempersiapkan pasukan atau tanpa aktivitas jihad. Beliau selalu berupaya dengan penuh kesungguhan untuk meraih tujuan. Bahkan untuk tujuan yang bersifat mubah sekalipun, beliau selalu melakukan as sababiyah. Begitu juga yang dilakukan oleh para shahabat, tabi’in, tabi’at-tabi’in dan generasi setelah mereka.

Dengan konsep seperti ini, dengan  selalu melakukan as sababiyah ( melakukan sebab untuk mendatangkan akibat) yaitu  melakukan upaya untuk meraih suatu tujuan dengan penuh kesungguhan dan keteguhan dan kemudian diiringi dengan tawakkal yaitu memasrahkan hasil/keberhasilan dari setiap upaya kepada Allah, maka Islam telah berhasil melahirkan generasi cemerlang, generasi ideal, PENGUBAH PERADABAN dan layak menjadi teladan sepanjang jaman. Inginkah kita semua meraihnya?

Tentu….tapi tak bisa secara instan.  Perlu upaya dan kesungguhan juga keyakinan akan pertolongan Allah SWT. Dan yang terpenting, generasi tersebut tak bisa lahir selama system yang diterapkan adalah system kapitalisme kufur yang rusak dan bathil seperti saat ini. Hanya dengan menerapkan syariat  islam secara kaaffah dalam naungan system islam yaitu daulah Khilafah Islamiyah, insya Allah kita akan bisa mewujudkannya. Karenanya, adalah sebuah keniscayaan bagi kita semua yang ingin mengubah negeri ini menjadi negeri yang jauh lebih baik,  untuk mempersiapkan generasi mudanya agar menjadi generasi baru, yang memiliki semangat, kesungguhan dan keteguhan untuk  mengubah peradaban dan berjuang untuk tegaknya  Islam secara sempurna.
Wallahu a’lam bi shawab.

Teruntuk generasi pembangun peradaban
Salam dariku : Ummu Azkia Fachrina, Bekasi, 25 januari 2013