Halaman

Sabtu, 12 Januari 2013


NIKAH DINI ITU DISYARI’ATKAN & SEHAT
(Nur Aulia Rahmah, S.Pd, Aktivis MHTI DPD II Kota Bekasi)

Nikah Dini Disyari’atkan

Menikah dini yaitu menikah dalam usia remaja atau muda, bukan usia tua. Bagi laki-laki yang telah mencapai usia baligh tapi belum mencapai usia dewasa hukumnya menurut syara’ adalah sunnah (mandub). Sabda Nabi Muhammad SAW :

“Wahai para pemuda, barangsiapa yang telah mampu, hendaknya kawin, sebab kawin itu akan lebih menundukkan pandangan dan akan lebih menjaga kemaluan. Kalau belum mampu, hendaknya berpuasa, sebab puasa akan menjadi perisai bagimu.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadits tersebut mengandung seruan untuk menikah bagi “para pemuda” (asy syabab), bukan orang dewasa (ar rijal) atau orang tua (asy syuyukh). Hanya saja seruan itu tidak disertai indikasi (qarinah) ke arah hukum wajib, maka seruan itu adalah seruan yang tidak bersifat harus (thalab ghairu jazim), alias mandub (sunnah).

Pengertian pemuda (syab, jamaknya syabab) menurut Ibrahim Anis et. al (1972) dalam kamus Al Mu’jam Al Wasith hal. 470 adalah orang yang telah mencapai usia baligh tapi belum mencapai usia dewasa (sinn al rujuulah). Sedang yang dimaksud kedewasaan (ar rujulah) adalah “kamal ash shifat al mumayyizah li ar rajul” yaitu sempurnanya sifat-sifat yang khusus/spesifik bagi seorang laki-laki .

Adapun menikah dini bagi anak perempuan yang masih kecil (belum haid) hukumnya boleh (mubah) secara syar’i dan sah. Dalil kebolehannya adalah Al-Qur`an dan As-Sunnah.
Dalil Al-Qur`an adalah firman Allah SWT :
“Dan perempuan-perempuan yang tidak haid lagi (menopause) di antara perempuan-perempuanmu jika kamu ragu-ragu (tentang masa iddahnya) maka iddah mereka adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang belum haid.” (QS Ath-Thalaq [65] : 4).

Ibnu Katsir dalam kitab tafsirnya menyatakan bahwa yang dimaksud “perempuan-perempuan yang belum haid” (lam yahidhna), adalah anak-anak perempuan kecil yang belum mencapai usia haid (ash-shighaar al-la`iy lam yablughna sinna al-haidh). Ini sesuai dengan sababun nuzul ayat tersebut, ketika sebagian shahahat bertanya kepada Nabi SAW mengenai masa iddah untuk 3 (tiga) kelompok perempuan, yaitu : perempuan yang sudah menopause (kibaar), perempuan yang masih kecil (shighar), dan perempuan yang hamil (uulatul ahmaal). Jadi, ayat di atas secara manthuq (makna eksplisit) menunjukkan masa iddah bagi anak perempuan kecil yang belum haid dalam cerai hidup, yaitu selama tiga bulan.

Imam Suyuthi dalam kitabnya Al-Iklil fi Istinbath At-Tanzil hal. 212 mengutip Ibnul Arabi, yang mengatakan,”Diambil pengertian dari ayat itu, bahwa seorang [wali] boleh menikahkan anak-anak perempuannya yang masih kecil, sebab iddah adalah cabang daripada nikah.”

Jadi, secara tidak langsung, ayat di atas menunjukkan bolehnya menikahi anak perempuan yang masih kecil yang belum haid. Penunjukan makna (dalalah) yang demikian ini dalam ushul fiqih disebut dengan istilah dalalah iqtidha`, yaitu pengambilan makna yang mau tak mau harus ada atau merupakan keharusan (iqtidha`) dari makna manthuq (eksplisit), agar makna manthuq tadi bernilai benar, baik benar secara syar’i (dalam tinjauan hukum) maupun secara aqli (dalam tinjauan akal). Jadi, ketika Allah SWT mengatur masa iddah untuk anak perempuan yang belum haid, berarti secara tidak langsung Allah SWT telah membolehkan menikahi anak perempuan yang belum haid itu, meski kebolehan ini memang tidak disebut secara manthuq (eksplisit) dalam ayat di atas.

Adapun dalil As-Sunnah, adalah hadits dari ‘Aisyah RA, dia berkata :
“Bahwa Nabi SAW telah menikahi ‘A`isyah RA sedang ‘A`isyah berumur 6 tahun, dan berumah tangga dengannya pada saat ‘Aisyah berumur 9 tahun, dan ‘Aisyah tinggal bersama Nabi SAW selama 9 tahun.” (HR Bukhari, hadits no 4738, Maktabah Syamilah). Dalam riwayat lain disebutkan : Nabi SAW menikahi ‘A`isyah RA ketika ‘Aisyah berumur 7 tahun [bukan 6 tahun] dan Nabi SAW berumah tangga dengan ‘Aisyah ketika ‘Aisyah umurnya 9 tahun. (HR Muslim, hadits no 2549, Maktabah Syamilah).

Imam Syaukani dalam kitabnya Nailul Authar (9/480) menyimpulkan dari hadits di atas, bahwa boleh hukumnya seorang ayah menikahkan anak perempuannya yang belum baligh (yajuuzu lil abb an yuzawwija ibnatahu qabla al-buluugh).

Berkaitan dengan waktu kebolehan menggauli istri yaitu setelah istri baligh sebagaimana Rasulullah setelah menikah dengan Aisyah tidak menggaulinya hingga Aisyah telah baligh pada usia 9 tahun (ditandai datangnya haidh pertama). Ketetapan syara’ ini sesuai dengan fakta bahwa secara anatomis dan fisiologis, menstruasi (haidh) merupakan siklus reproduksi yang menandakan sehat dan berfungsinya organ-organ reproduksi perempuan serta menandakan kematangan seksual seorang perempuan dalam arti ia mempunyai ovum yang siap dibuahi, bisa hamil, dan melahirkan anak.

Berdasarkan dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa mubah hukumnya seorang laki-laki menikah dengan anak perempuan kecil yang belum haid. Hukum nikahnya sah dan tidak haram. Namun syara’ hanya menjadikan hukumnya sebatas mubah (boleh), tidak menjadikannya sebagai sesuatu anjuran atau keutamaan (sunnah/mandub), apalagi sesuatu keharusan (wajib).

Sesuai Syari’at = Sehat, Menyalahi Syari’at = Sakit

Syara’ telah merumuskan kaidah: “Haitsumma yakunu asy-syar’u takunu al-maslahah” (di mana ada penerapan syari’ah, maka disana ada maslahat). Bukan sebaliknya: “aynama wujidat al-maslahah fa tsamma syar’ullah”. (dimana ada maslahat maka disana ada hukum Allah).

Allah SWT berfirman: “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS. Al-Anbiyaa 21: 107).
Berarti, secara logika (akal) syar’i bahwa apa-apa yang sesuai dengan syari’at akan membawa kebaikan (kerahmatan). Sebaliknya apa-apa yang menyalahi syari’at akan membawa keburukan (musibah).

Pernikahan merupakan pengaturan syara’ terhadap interaksi antara laki-laki dan perempuan untuk menghasilkan keturunan (Taqiyuddin an-nabhani, Sistem Pergaulan dalam Islam, 2001). Berdasarkan logika syar’i diatas (Q.S 21: 107) maka menikah (termasuk menikah dini) akan mendatangkan kerahmatan. Mustahil Allah SWT memerintahkan (wajib, sunah, mubah) yang membahayakan kesehatan manusia. Faktanya menikah efektif mencegah HIV/AIDS-kanker cervix, mental sehat, cegah aborsi, kehamilan yang diinginkan, lebih dari itu menikah syar’i mendapat ridho Allah SWT.

Seks bebas merupakan pemenuhan seksual yang menyalahi syari’at (haram) maka akan mendatangkan keburukan (penyakit, musibah).
“Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk.” (QS. Al-Israa 17 :32).

Faktanya pelaku seks bebas terinfeksi IMS, HIV/AIDS, kanker cervix, mental sakit, kehamilan tidak diinginkan hingga aborsi, single parent, tidak jelas nasab, jika menikah rentan perceraian, ancaman kepunahan, bahkan lebih dari itu dimurkai oleh Allah SWT mendapat siksa pedih di Neraka.

Ketakutan dibalik Pernikahan Dini

Ketika kita mengetikkan kata nikah dini dan zina dini (free sex) di mesin pencari (misal google) maka deretan peristiwa, data dan fakta zina dini akan lebih mudah ditemukan. Sementara fenomena nikah dini hanya akan memunculkan beberapa kasus saja, tapi mengapa nikah dini lebih membuat kebakaran jenggot pihak-pihak tertentu daripada terjadinya zina dini?

Banyak pihak yang kemudian justru memblow up kasus Syekh Puji dan Ulfa dengan melakukan pencitraan negatif terhadap pernikahan yang dijalani muslimah dibawah 18 tahun. Dengan dalih perlindungan hak belajar dan bermain anak, pelanggaran hak reproduksi anak serta melanggar konstitusi. Ada pula dalih kesehatan bahwa nikah dini beresiko kanker mulut rahim.

Kontroversi terhadap pernikahan Syekh Pujiono dan Luthfiana Ulfa adalah gambaran ketakutan terhadap pernikahan dini melebihi ketakutan terhadap maraknya perzinahan dini. Ada apa dibalik ketakutan pernikahan dini ? Berbagai stigma negatif nikah dini bermunculan, namun tidak sesuai dengan fakta, diantaranya:

  • ·        Penyebab kanker cervix (sel-sel cervix yang muda bermutasi karena gesekan benda asing), padahal faktanya Ca-cervix adalah akibat terserang kuman HPV secara persisten dan akibat suka berganti-ganti pasangan (seks bebas).
  • ·         Penyebab terjadinya komplikasi kehamilan, sehingga menyebabkan kematian ibu dan bayi, padahal banyak bukti di masyarakat nikah dini dapat hamil dan melahirkan sehat.
  • ·         Rahim belum siap untuk hamil, padahal bila sudah haidh (baligh) berarti sistem reproduksi matang dan siap hamil (walaupun mis: ibu berumur 9 tahun).
  • ·           Bahayakan mental dan hak anak, padahal nikah dini dapat disiapkan sebelum masuk baligh, Syara’ telah menetapkan mukallaf setelah baligh, sehingga dapat dikatakan dengan logika syar’i bahwa seseorang yang telah baligh itu siap bertanggungjawab. Justru bahagia menikah dini.
  • ·           Rawan perceraian, padahal perceraian tinggi terjadi pada pernikahan pasca usia dini.


Sebagian besar nikah dini ditolak dengan alasan psikologi. Alasan ini merupakan alasan yang dibuat-buat karena ada ketidak-konsistenan antara upaya penyelamatan psikologi anak bila menjalani pernikahan dini dengan keresahan yang dialami anak menghadapi maraknya pergaulan bebas (berupa fakta-fakta dan pemikiran-pemikiran yang merangsang bangkitnya naluri seksual yang menuntut pemenuhan). Anak-anak semakin mengalami keresahan dimana pendidikan yang ada di negeri ini juga tidak menyiapkan mereka untuk memiliki kematangan berpikir dan bersikap dengan landasan ideologi Islam.

Dapat kita bayangkan anak-anak yang sudah baligh mengalami penderitaan, di satu sisi dilarang menikah (karena adanya batasan definisi anak-anak dibawah 18 tahun menurut UU No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 1 ayat 1), disisi lain mereka senantiasa mengkonsumsi produk-produk yang membangkitkan naluri seksual (film,sinetron,buku,komik,video dan di tempat-tempat umum). Ini akan membuat mereka gelisah,bingung bahkan sangat mudah terjerumus ke dalam pergaulan bebas termasuk perzinahan. Ditambah lagi peran orangtua sebagai pendidik dan penanggung jawab telah digantikan oleh benda-benda elektronik dan pembantu karena orangtua sibuk berada di luar rumah mengejar materi dan eksistensi diri. Menurut polling yang dilakukan lembaga anti kekerasan online anak-anak, National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC), sebesar 75% atau 3 dari 4 anak tersasar dan menemukan gambar-gambar porno dan kekerasan di internet.

Larangan Nikah Dini Upaya Kontrol Populasi

Pernikahan dini bagi seorang perempuan berpeluang untuk memiliki keturunan yang lebih banyak apalagi bila suami memiliki kemampuan nafkah lebih dari cukup dan orangtua dapat memberikan pendidikan yang layak. Pernikahan dini dalam masyarakat Indonesia tidaklah asing, dimana terbukti dengan pernikahan dini tidak mengganggu kondisi psikologi ibu; hubungan ibu dengan anak lebih dekat karena perbedaan usai tidak terlalu jauh; orangtua berpeluang untuk menyaksikan anak-anaknya menginjak usia dewasa bahkan menghantarkan kepada jenjang pernikahan bahkan masih berkesempatan untuk menyaksikan lahirnya cucu-cucu sampai mengikuti pertumbuhan dan perkembangan mereka.

Adanya upaya larangan pernikahan dini dikaitkan dengan pencegahan pertambahan populasi penduduk muslim. Ketakutan pertambahan penduduk pada negeri-negeri muslim ditutup-tutupi dengan jargon-jargon “kepedulian terhadap angka kematian ibu; memberi kesempatan untuk hidup sejahtera ; adanya kesulitan pemenuhan konsumsi barang produksi karena SDA terbatas,dll). Teori kontrol populasi dipelopori oleh munculnya teori “Ledakan Penduduk” yang dikeluarkan oleh Thomas Robert Malthus (1798) seorang pemikir Inggris yang ahli pada bidang teologi dan ekonomi. Teorinya menyatakan: “Jumlah penduduk dunia akan cenderung melebihi pertumbuhan produksi (barang dan jasa). Oleh karenanya, pengurangan ledakan penduduk merupakan suatu keharusan, yang dapat tercapai melalui bencana kerusakan lingkungan,kelaparan,perang atau pembatasan kelahiran”.

Upaya kontrol populasi pada dasawarsa 60-an telah diungkapkan secara terang-terangan oleh para pemimpin Eropa dan Amerika dalam strategi jahat mereka untuk melakukan pemusnahan total terhadap bangsa-bangsa tertentu secara bertahap. Buktinya, pada saat itu Mesir dan India (sebagai Negara yang berpopulasi terbanyak didunia) segera menerapkan program pembatasan kelahiran.

Disamping itu terbukti telah banyak kesepakatan, organisasi gereja dan berbagai lembaga yang mengucurkan dana melimpah untuk merealisasikan program pembatasan kelahiran tersebut, khususnya di Dunia Islam. Misalnya kesepakatan Roma, Lembaga Ford Amerika (yang menyokong apa yang disebut dengan program “kesehatan/kesejahteraan keluarga”), Lembaga Imigrasi Inggris (yang dengan terus terang menyerukan perlindungan alam dengan membatasi pertumbuhan manusia,walaupun harus melalui pembantaian massal).

Bukti lainnya, pada bulan Mei 1991,pemerintah AS telah mengekspose beberapa dokumen rahasia yang berisi bahwa pertambahan penduduk dunia ketiga merupakan ancaman bagi kepentingan dan keamanan AS. Salah satu dokumen itu ialah instruksi Presiden AS nomor 314 tertanggal 26 November 1985 yang ditujukan kepada berbagai lembaga khusus, agar segera menekan negeri-negeri tertentu mengurangi pertumbuhan penduduknya. Diantaranya negeri-negeri itu adalah India, Mesir, Pakistan, Turki, Nigeria, Indonesia, Irak dan Palestina.

Dokumen itu juga menjelaskan pula sarana-saran yang dapat digunakan secara bergantian, baik berupa upaya untuk menyakinkan maupun untuk memaksa negeri-negeri tersebut agar melaksanakan program pembatasan kelahiran. Diantara sarana-sarana untuk menyakinkan program tersebut, ialah memberi dorongan kepada para penjabat/tokoh masyarakat untuk memimpin program pembatasan kelahiran di negeri-negeri mereka, dengan cara mencuci otak para penduduknya agar memusnahkan seluruh faktor penghalang program pembatasan kelahiran,yakni faktor individu, sosial, keluarga, agama yang kesemuanya menganjurkan dan mendukung kelahiran.

PBB juga telah mensponsori konferensi pertama mengenai masalah ini pada tahun 1994 di Kairo untuk menganalisa masalah overpopulasi dan mengajukan sejumlah langkah untuk mengkontrolnya. Pada konferensi itu diperdebatkan sedemikian banyak pendekatan untuk mengkontrol fertilitas, seperti : dipromosikannya penggunaan alat kontrasepsi, perkembangan ekonomi liberal dan diserukannya peningkatan status wanita. Dasar dari konferensi itu adalah suatu penerimaan atas anggapan bahwa pertumbuhan penduduk menyebabkan kemorosotan ekonomi dan dilakukannya usaha-usaha untuk mengkontrol pertambahan penduduk di Dunia Ketiga terhambat oleh keyakinan agama yang mendorong dimilikinya keluarga yang besar dan kurangnya pendidikan bagi wanita.

Usaha-usaha semacam itu menyebabkan diterimanya pandangan bahwa pertumbuhan penduduk menyebabkan efek-efek negatif seperti kemerosotan dan kemandegan ekonomi, kemiskinan global, kelaparan, kerusakan lingkungan dan ketidakstabilan politik. Filosofi semacam itu telah menjadi mesin pendorong bagi PBB dan Bank Dunia. Pertumbuhan penduduk adalah sebuah problem bagi Afrika, Amerika Latin dan Asia dan jika masalahnya mau terpecahkan maka Negara-negara itulah yang harus melaksanakannya. Dalam hal ini, korban yang telah sangat menderita malah dipersalahkan dengan riset empiris yang mendukung asumsi semacam itu.

Di Indonesia telah dibuat program-program yang mendukung upaya kontrol populasi untuk berbagai komunitas yang dikomandoi BKKBN dan LSM lokal, nasional dan asing, diantaranya : untuk kalangan Ibu diterapkan KB dengan slogan hindari 4Ter (Terlalu muda,Terlalu tua, Terlalu sering dan Terlalu dekat). Untuk kalangan bapak diarahkan untuk melakukan kondom dengan segala fasilitasnya dan larangan untuk berpoligami. Untuk kalangan remaja adanya pembatasan usia dewasa 18 tahun sehingga dilarang melakukan pernikahan dini dan pendidikan seks/reproduksi dengan istilah Kesehatan Reproduksi Remaja/KRR yang merangsang munculnya naluri seksual dengan slogan “SAVE SEX” dan melarang pernikahan dini.

Untuk kalangan remaja telah dikeluarkan suatu program yang disebut program Dunia RemajaKu Seru (DAKU). Awalnya program DAKU dikenal di negara Uganda, Afrika, dengan nama The World Start With Me, lalu diadaptasi ke beberapa negara seperti Thailand, Vietnam, Kenya, Afrika Selatan, Mongolia, Cina, Pakistan, serta Indonesia. Program ini seperti nya didisain untuk negara-negara yang memiliki populasi banyak. Untuk di Indonesia telah diberlakukan sebagai percontohan di Jakarta pada beberapa sekolah sejak tahun 2005, 2006, 2007 di 12 SMU-SMK Jakarta (yaitu SMAN 100, SMA Angkasa 2 dan SMKN 27, SMAN 67, SMAK 7 Penabur dan SMKN 32, SMA Muhammadiyah 19, SMAN 53, SMK Jaya Wisata Menteng, SMAN 7, SMK Walisongo dan SMAN 105. Saat ini program tersebut juga telah dikembangkan dibeberapa propinsi diantaranya Bali, Sumatera Utara, Lampung dan Jambi. Program ini disosialisasikan terlebih dahulu oleh suatu LSM yaitu World Population Foundation dan LSM lokal Yayasan Pelita Ilmu. Program yang diperuntukkan bagi anak-anak usia 12-19 tahun, dirancang berbasis teknologi informasi membuat anak-anak remaja bisa langsung secara mudah mengakses berbagai modul-modulnya. Dan yang cukup menarik dalam modul-modul tersebut anak diajarkan untuk bercinta yang sehat tetapi tidak melalui pernikahan dini. Hal ini berarti legalisasi hubungan lawan jenis bahkan di fasilitasi untuk menyalurkan naluri seksualnya tanpa harus dengan pernikahan.

Kebijakan pemerintah dalam pencegahan perkawinan dini atau usia muda yang masih diberlakukan hingga sekarang, menjadi salah satu faktor pemicu masuknya kejahatan seks bebas. Seharusnya yang dicegah bukan pernikahanan dini, tetapi perilaku seks bebas yang jauh membawa dampak buruk termasuk penyakit kelamin dan penyakit moral.
Akar Masalah : Tatanan Kehidupan Sekuleristik/Kapitalistik
Maraknya porno aksi-grafi, bisnis prostitusi dan berbagai perilaku seks yang menyalahi syariat dilahirkan dari tatanan kehidupan yang sekuleristik/kapitalistik. Tatanan ini meliputi sistem ekonomi kapitalistik, sistem pendidikan materialistik, sistem pergaulan hedonistik, sistem politik oportunistik, budaya hedonistik. Tatanan inilah yang menyebabkan remaja dalam cengkraman liberalisasi seks, sementara menikah dini dilarang malah dikriminalisasi.
Larangan nikah dini yang dikaitkan dengan isu ‘ledakan jumlah penduduk’ atau ‘kelebihan populasi’ hanyalah alat yang sangat berguna untuk menjelek-jelekkan negara-negara dengan pertumbuhan penduduk yang besar (baca: negeri-negeri Muslim) dan pada saat yang sama mengurangi risiko berkurangnya pengaruh negara-negara maju di masa datang. Kaum Muslim tentu harus sadar terhadap konspirasi ini. Sebab, jumlah penduduk kaum Muslim yang besar adalah modal potensial untuk membangun SDM yang tangguh dan akan memimpin dunia.
Lagipula banyaknya jumlah penduduk di dunia tidak akan menjadi masalah berarti. Sebab, pada dasarnya Allah SWT menjamin ketersediaan sumberdaya alam ini untuk menopang kehidupan manusia sampai Hari Kiamat (Lihat: QS al-Baqarah [2]: 22). Yang menjadikan sebagian manusia mengalami kemiskinan atau krisis pangan (kurang gizi/kelaparan) tidak lain karena kerakusan ideologi Kapitalisme Barat. AS, misalnya, hanya memproduksi 8% minyak bumi, namun mengkonsumsi 25% jumlah minyak bumi yang ada dunia. Jumlah penduduk Barat hanya sekitar 20% dari populasi dunia, namun menghabiskan 80% dari produksi pangan dunia. (Jurnal-ekonomi.org, 2/9/08).
Solusi Islam
Jelas, semua agenda di atas adalah untuk mengekalkan penjajahan AS dan sekutunya atas kaum Muslim. Allah SWT telah menyatakan dengan tegas bahwa penjajahan atas kaum Muslim adalah haram:

Allah sekali-kali tidak akan memberi orang-orang kafir jalan untuk memusnahkan orang-orang yang Mukmin (QS an-Nisa’ [4]:141).
Karena itu, kaum Muslim harus melepaskan diri dari penjajahan AS sebagai negara adidaya pengusung utama ideologi Kapitalisme. Satu-satunya jalan untuk bisa keluar dari penjajahan AS adalah dengan menegakkan kembali sistem kehidupan Islam dalam naungan Khilafah Islam.
Kembalinya kepada kehidupan Islam bukan saja membuat remaja muslim terhindar dari seks bebas dan segala akibatnya. Tapi juga mengoptimalkan potensi berketurunan, membuat remaja selamat dunia akhirat. Mereka akan menjadi generasi bintang, siap melanjutkan estafet perjuangan dan kepemimpinan Islam rahmatan lil ‘alamin.
Sistem kehidupan Islam, yakni Khilafah Islam, akan menjadi kekuatan politik yang menaklukan arogansi imperialisme Barat dan sekutunya. Termasuk membatalkan segala kesepakatan internasional yang bersifat menjajah kaum muslimin seprti KRR ala ICPD dan mematikan langkah para pendukungnya. Sistem yang pengelolaan keuangannya mandiri, melayani kebutuhan masyarakat, menjamin kesejahteraan untuk semua, menegakkan sanksi (uqubat) yang dapat menghapus dosa dan membuat jera, sistem yang menanamkan Islam sebagai jalan hidup dan satu-satunya solusi bagi persoalan kehidupan manusia termasuk dalam pemenuhan naluri seks (gharizah na’u), bahkan memfasilitasi pernikahan dini.
“Sesungguhnya Imam/Khalifah itu laksana perisai, tempat orang-orang berperang dibelakangnya dan berlindung kepadanya”. (HR.Muslim).
Hadist ini sekaligus menunjukan bahwa berjuang menghadirkan kembali Khilafah adalah kewajiban. Inilah jalan satu-satunya untuk mewujudkan semua remaja sehat dan bermasa depan.
Marilah umat Islam bersatu bersinergi untuk mewujudkan kehidupan Islam (Khilafah Islam), untuk memenuhi kewajiban yang agung dan menyempurnakan ketundukkan kita kepada Allah SWT.
”Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah..” (QS. Al-Imran : 110).
”Barangsiapa yang mati dan tidak ada baiat di pundaknya, matinya mati jahiliyah” (HR. Muslim)
Wallâhu a’lam bi ash-shawâb.

Daftar Pustaka

Abdullah.  M.  H.  Dirasaat Fi Fikril Islam. Am Maan.  1990; HT.  Ajhizatudaulah.  Beirut.  2005.
An-Nabhani. Taqiyuddin. Sistem Pergaulan Dalam Islam. Jakarta. 2009.
Ganong,W. F.  Fisiologi Kedokteran.  EGC.  Jakarta.  1983.
Hawari, D.  2006.  Global Effect, HIV/AIDS, Dimensi Psikoreligi.  Balai  Pustaka-FKUI.  Jakarta.
HSA Al Hamdani, 1989, Risalah Nikah, hal. 18
In:The Cochrane Library, Issue2,. Chichester, John Wiley & Sons.  UK. 2004.
Jakarta. 2009 (makalah).Budiharsana M dan H. Lestari.  Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR).  The Ford Foundation.  Jakarta.  2002.DepKes.  Profil Kespro. DepKes.  RI.  2003. PPT KB & KRR.  Elma T.  Kasie Remaja & Hak-Hak Rep. BKKBN-Jabar.
Lawson HW, Frye A, Atrash HK, Smith JC, Shulman HB, dan Ramick K.  Abortion Mortality. United States.  1972 .
Moscicki, Anna-Barbara.  Impact of HPV Infection in adolescent populations.Journal of Adolescent Health 37, (2005), S3-S9, dl
Muhammad Ismail, Al-Fikr al-Islami, 1958
Suherman, S.  K.  Adrenokortokotropin, Adrenokortikosteroid, Analog Sintetis dan Antagonisnya. dalam Ganiswarna S.  G (ed).  Farmakologi dan Terapi.  Ed4th.  FK UI. Jakarta. 2004.
Syarief, S.  Kesehatan Reproduksi Remaja Dalam Program KB Nasional.  Tantangan dan Peluang.  BKKBN.
Watson RA. t.t.  “Urologic Complication of Legal Abortion” dalam News Pers pective on Human Abortion.
Weller S, Davis K.  Condom effectiveness in reducing heterosexual HIV transmission (Cochrane Review).

4 komentar:

Unknown mengatakan...

pemikiran anda sangat terbelakang .....sekolah lagi dehh!!!!
atau siap" anak anda (yg perempuan) lulus sd dikawinin....masih banyak aja org kaya gini....

MeNoor Jilbab mengatakan...

Terimaksih sudah menyempatkan diri untuk membaca artikel kami.

Tanggapan kami untuk komentar bahwa pemikiran nikah dini sangat terbelakang maka perlu melihat dalil dan buktinya adalah fakta dilapangan.

Berapa banyak anak usia SMP,SMA bahkan SD yang sudah tidak perawan bahkan hamil diluar nikah?
Apakah perbuatan mereka itu lebih baik dari pada menikah? Tentu tidak.

Menikah diusia dini bukan berarti berpikiran terbelakang, jika sudari Roslina adalah seorang muslim,maka tentu dapat melihat dalil-dalil yang dikemukakan dalam tulisan tersebut.
Terimaksih.

4n45 mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Anonim mengatakan...

setuju kok... memang media saja yang selalu menyudutkan islam

Posting Komentar