Minggu, 27 Januari 2013
Diposting oleh
MeNoor Jilbab
di
20.21
Label:
da'wah berjama'ah,
da'wah islam,
mubalighah menjaga amanah da'wah,
mubalighah tegakkan khilafah
Muqaddimah
Menjadi pengemban da’wah bukanlah pekerjaan yang mudah
tetapi bukan pula pekerjaan yang sulit untuk dilakukan oleh seorang hamba
Allah, karena pilihan menjadi seorang pengemban da’wah bagi hamba Allah
bukanlah pilihan main-main. Tetapi ini adalah pilihan yang serius karena
pekerjaan yang dihadapi dalam da’wah pun adalah pekerjaan yang serius dan
urgen. Dan para mubalighah adalah pengemban da’wah yang tentunya akan senantiasa
amanah dalam mengemban tugasnya sebagai hamba Allah SWT untuk menyampaikan
kebenaran.
Menjadi pengemban da’wah bagi hamba hamba Allah adalah
bentuk keta’atannya kepada Allah atas seruan yang telah difirmankanNya dalam Al
Quran (Qs. 3:110), sehingga menjadi pengemban da’wah adalah thabi’at yang
senantiasa melekat dalam diri seorang hamba Allah yang taqwa.
Fakta yang terjadi dalam kehidupan (tidak terkecuali yang
juga menginfeksi kaum Muslimin) yang sedang berlangsung mendunia saat ini,
adalah diberlakukannya suatu aturan main yang sangat jauh dari aturan Allah. Seluruh manusia diseret dengan cara yang
indah (padahal keji) untuk mengikuti aturan main tersebut. Sehingga bagaikan ikan yang terkena kail
pancing seorang muslim tidak mampu mengatakan kebenaran karena mulutnya telah
terpikat umpan lezat dari kail yang kemudian ternyata melukainya dan
menjebaknya ke dalam perangkap dan siap untuk membunuhnya. Demikianlah yang
terjadi pada diri kaum Muslimin, tidak terkecuali pada para pengemban da’wah.
Melihat kondisi seperti ini, akan menjadi hal yang sangat
berbahaya bagi kelangsungan kehidupan Islam, jika perangkap-perangkap itu tidak
segera dihindari dan tidak segera dimusnahkan. Dan hal yang sangat tidak kalah
penting adalah tidak hanya menunggu petunjuk Allah apalagi yang harus
dijalankan. Tetapi sebagai hamba Allah
yang telah Allah berikan akal dan potensi haruslah baginya untuk mencari dan
menjemput petunjuk Allah. Dan da’wah
sebagai jalan untuk menyampaikan petunjuk merupakan amanah bagi para pengemban
da’wah dalam hal ini Mubalighah dalam rangka
menghancurkan perangkap yang akan dan telah menghancurkan Kharisma Islam dalam kehidupan
ini.
Mubaligah
senantiasa Menyeru Umat Menjemput Hidayah
Hidayah secara ‘urf
bisa diartikan sebagai jalan yang bisa mengantarkan pada tujuan yang
diinginkan, atau jalan yang seharusnya. Dan secara syar’a jalan yang dimaksud
adalah jalan yang benar (thariq al-haqq) dan jalan lurus (thariq al-mustaqim),
yaitu Islam dan keimanan terhadapnya.
Dengan demikian,secara syar’I, hidayah adalah mendapat petunjuk atau
terbimbing pada Islam dan beriman terhadapnya.
Dalam do’a, biasanya seorang muslim selalu memanjatkan
kepada Allah untuk memberinya taufiq wa al hidayah. Taufiq berkaitan dengan dengan sebab-sebab
hidayah, atau sifat-sifat hidayah, yang jika seseorang menyifati diri dengannya
maka ia akan mendapat hidayah. Allah tidak akan memberikan taufiqnya secara
paksa kepada manusia, melainkan ketika manusia sudah menerima hidayah al khalq, menggunakan gharizah tadayunnya dan menggunakan
akalnya kemudian sampai padanya hidayah al
irsyad wa al bayan melalui Rasulullah, kaum Muslim atau sarana lainnya,
kemudian memahaminya dan menerima hujah Risalah itu maka Allah akan memberinya
taufiq dan memudahkannya memahami hidayah dan mengambilnya dan hidup dengannya.
Begitulah proses yang seharusnya dilakukan oleh pengemban da’wah. Setelah dia
menerima hidayah al khalq dan sampai
pada hidayah al irsyad wa al bayan
melalui Rasulullah, dia bersungguh-sungguh untuk memahaminya dan menerima hujah
Risalah yang dibawa Rasulullah dalam segala hal, termasuk dalam menetapkan
langkah da’wah. Sehingga dalam seruannya
pun para Mubalighah akan senantiasa menyeru umat untuk berusaha mencari
petunjuk Allah dan menerimanya sebagai bentuk ketha’atan.
Firman Allah SWT:
“Dan
orang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah menambah petunjuk kepada mereka
dan memberikan balasan ketaqwaannya” (Qs. 56:17)
“Dan
orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah
benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (QS.29:69)
Jadi, jika seseorang meyakini
menjemput hidayah adalah suatu usaha yang harus dilakukannya maka seseorang
perlulah untuk mengubah pola hidup berdiam diri terhadap perjuangan menuju
taghyir suatu sistem. Dalam ayat yang mulia:
ِ انَّ اللَّهَ لاَ يُغَيِّرُ مَا
بِقَوْمٍ حَتَّى يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ
Sesungguhnya
Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang
ada pada diri mereka sendiri. (QS ar-Ra’d [13]: 11)
Ayat tersebut berkaitan
dengan hukum syara’. Yaitu bahwa siapa saja yang menginginkan taghyir
(perubahan) yang dia idam-idamkan, maka ia wajib berjuang serius, penuh
kesungguhan, jujur dan ikhlas. Maka Allah SWT tidak merealisasikan perubahan
untuk orang-orang pemalas dan tidur saja. Akan tetapi Allah akan merealisasinya
untuk para aktivis yang berjuang dengan serius, sungguh-sungguh, jujur dan
ikhlas…
Mubalighah Menjaga Amanah Da’wah Sebagai Realisasi Menuju
Kebangkitan Umat
كُنْتُمْ
خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ
عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ ءَامَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ
وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُونَ
”Kamu
adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang
ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya Ahli
Kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka; di antara mereka ada yang
beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik” (TQS. Ali Imran[3]:110)
Dalam menjaga amanah da’wah ada beberapa kompetensi yang
harus diperhatikan. Kompetensi yang akan menjadikan seorang pengemban da’wah
akan senantiasa berpegang teguh pada langkah da’wah yang sedang ditapakinya.
Kompetennsi tersebut antara lain:
- Iman yang kokoh
- Ilmu yang mumpuni
- Amal shalih yang lahir dari keimanan
- Senantiasa berjuang dan berdakwah untuk kejayaan Islam
Seperti
apa yang telah Allah ajarkan dalam Al Quran:
وَالْعَصْرِ(1)إِنَّ
الْإِنْسَانَ لَفِي خُسْرٍ(2)إِلَّا الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ(3)
Demi masa. Sesungguhnya
manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman
dan mengerjakan amal saleh dan nasehat menasehati supaya mentaati kebenaran dan
nasehat menasehati supaya menetapi kesabaran (TQS. Al-’Ashr:1-3).
Sehingga bagi seorang Mubalighah yang senantiasa memahami mengambil hidayah
Allah untuk menetapkan langkah da’wah dan menjaga amanah da’wah maka dia akan
bersikap:
- Memahami kewajiban berdakwah (QS. 3:104, 9:71, 41:33)
- Memahami arah dakwah:
•
Untuk mendapat ridla Allah
•
mentauhidkan Allah
•
menjadikan Islam
sebagai rahmat. (QS. 21:107)
•
Menjadikan Islam
sebagai pedoman hidup (QS. 2:208, 3:85)
- Memahami tujuan dakwah:
- Membentuk kader yang berkepribadian Islam
- Membentuk jamaah yang membina kader dan memperjuangkan tegaknya khilafah
- Membentuk daulah khilafah
- Memahami dan mencontoh thoriqoh dakwah Rosulullah SAW
- Memiliki kemampuan dan keahlian untuk berdakwah:
- Menguasai materi dakwah (matang dalam tsaqofah Islam)
- Menguasai medan dakwah: senantiasa mengikuti perkembangan politik, sehingga mampu melakukan siro’u-al fikri dan kasf-al khuthot
- Menguasai retorika dakwah
Mubalighah Bersama Umat Menegakkan Khilafah Negara Yang
Menyejahterakan
Mubalighah
sebagai tokoh Agama yang kompeten dalam mengajarkan Syari’ah Islam sangat
potensial untuk mengajak serta umat menolak dan mencegah kema’siyatan yang
dibawa oleh antek-antek liberal(penganut faham kebebasan yang memisahkan agama
dalam kehidupan, hidup serba boleh tanpa aturan dari Sang Maha Pencipta Alam
”Allah”).
Mubalighah sebagai tokoh umat mampu membangun kekuatan
bersama umat untuk menegakkan Syari’ah Islam dan menuntut penegakkannya di
tempat di mana umat hidup sebagai bentuk penjagaan aqidah umat dalam menetapkan
ketha’atan kepada Allah dalam setiap sendi kehidupannya. Di mana sendi kehidupan itu bisa tegak jika
ada naungan yang mampu menjaga pelaksanaan ketha’atan manusia dan Khilafah
mampu menaungi setiap ketha’atan.
Jika saat ini basis dukungan massa sangat besar berdiri
di belakang mubalighah (melalui jama’ah MT, muhibbah mubalighah, jama’ah kajian
rutinitas dll) maka ini adalah Karunia Allah dan sebuah potensi yang tidak bisa
disia-siakan. Ini amanah Allah dalam menyampaikan perubahan. Perubahan ke arah
yang mampu menyelesaikan setiap persoalan umat. Di mana umat sangat
menginginkan kesejahteraan. Dan, banyaknya jumlah dan peserta majlis-majlis
ta’lim adalah amanah bagi para mubalighah untuk membinanya ke arah pemahaman
Islam yang benar dengan pengaturan yang baik dan terarah.
Umat butuh Syari’ah untuk mengganti hukum jahiliyah
menjadi hukum Allah, dan untuk mengganti sistem kufur menjadi sistem Islam. Dan
dengan berlandaskan ajaran Allah dalam Qs. 13:11 umat diajak untuk sama-sama
meningkatkan taraf berfikir dan tingkat pemahamannya terhadap Islam sehingga
mampu untuk mewujudkan adanya perubahan perilaku.
Umat butuh Khilafah, karena hanya Khilafah lah yang mampu
menerapkan Islam secara kaaffah dalam kehidupan, dan Khilafah pun adalah janji
Allah, Bisyarah nabawiyah. Dan untuk mewujugkannya umat butuh jama’ah da’wah
yang mampu berjalan bersamanya dalam meraih janji Allah. Dalam kondisi ini Mubalighah sangat dibutuhkan
oleh Diin islam sebagai penjaganya (haaritsan aaminan) yang mampu berjuang
untuk menerapkan Islam seoptimal mungkin.
Tanpa da’wah, Islam tak kan bersinar lagi. Tanpa da’wah Islam akan tetap tenggelam. Dan kesejahteraan menjadi hal yang jauh dari
dambaan umat, dan Negara Khilafah telah membuktikan kesejahteraan itu lebih
dari 13 abad lamanya sampai dengan tahun 1924. Mubalighah punya peranan untuk
menyadarkan dan mengajak umat ke arah tegaknya Khilafah Negara yang
menyejahterakan. InsyaAllah.
Ikhtitam
Allah telah menciptakan pada diri manusia qabiliyah (kapasitas) untuk
kebaikan maupun keburukan. Dan Allah telah menjelaskan pula jalan kebaikan atau
jalan hidayah maupun jalan keburukan atau jalan kesesatan (Qs. As-syams:8; Qs.
Al-Balad: 10). Lalu Allah membebaskan manusia untuk memilih jalan hidayah atau
jalan kesesatan itu (QS. Al-Kahfi:
29). Jika orang mencari dan menjemput
hidayah, dengan mengupayakan sifat-sifat hidayah ada dalam dirinya atau memilih
jalan hidayah, maka Allah memberikan taufiq sehingga mendapat hidayah dan Allah
mendapat hidayah kepadanya. Dan jika
sebaliknya, maka Allah tidak akan memberinya tufiq, bahkan Allah akan menambah
kesesatannya. Naudzu billlah...
Bahwa perjuangan da’wah
untuk mewujudkan perubahan yang diidamkan adalah fardhu dan itu berada
di dalam wilayah yang dikuasai manusia. Realisasi perubahan hari ini atau
besok, di tempat ini atau di tempat yang itu, adalah berada di wilayah yang
menguasai manusia. Karena itu, tidak boleh putus asa atau duduk berpangku
tangan jika pertolongan yang dijanjikan belum juga datang. Panjangnya jalan
sama sekali tidak berarti kelirunya para aktivis. Akan tetapi itu seperti yang
difirmankan oleh Allah SWT:
إِنَّ
اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا
Sesungguhnya
Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah
mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu. (QS
ath-Thalâq [65]: 3)
Dan sesungguhnya Allah SWT tidak merealisasi
perubahan untuk orang-orang pemalas dan yang tidur saja, akan tetapi Allah akan
merealisasi perubahan itu untuk para pejuang yang jujur dan mukhlis.
Dan
Allah SWT adalah pelindung yang memberikan tawfiq.
Bekasi, 2 Nopember 2012
Salam Perjuangan-Ummu Azkia
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar