Minggu, 27 Januari 2013
Diposting oleh
MeNoor Jilbab
di
20.07
Label:
ancaman generasi,
berkepribadian islam,
generasi hedonis,
generasi instan,
generasi muslim ideal,
kapitalisme
Bottom of Form
Sebutlah A,
B, atau C. Jika A,B, atau C itu adalah gambaran potret kaum muda Indonesia yang
hidup dalam sistem kapitalisme yang liberalis (mengajarkan kebebasan) dan
sekuleris (memisahkan agama dari kehidupan). Hidup semaunya dan
sesukanya, tak mau diatur dengan aturan apapun, dan menjadikan agama hanya
sebagai identitas di kartu pengenal entah Kartu pelajar, KTP atau SIM dan yang
semisalnya. Impian mereka ingin meniru artis atau selebritis. Bisa foto model,
artis sinetron, boyband atau girlband, komedian atau yang lainnya. Alasannya
sederhana, gampang dapat uang dan mudah tenarnya. Mereka ingin raih semua impian
tersebut dalam waktu singkat, secara instan. Tak mau bersusah payah dan
tak mau bersabar melakukan sebuah proses menuju impian.
Jika
gambaran tersebut tetap Berjaya, sungguh generasi muda kita terancam bahaya.
Orientasi anak-anak kita akan bergeser untuk menjadi selebritas, bukannya
menjadi ilmuwan, cendekiawan, ulama dan sebagainya, cita-cita yang lebih
berkontribusi terhadap kemajuan umat. Belum lagi bahaya terhadap akhlak dan
agama. Budaya selebritas yang dekat dengan pergaulan bebas, eksploitasi
fisik, dan kebebasan berkspresi, dikhawatirkan akan berimbas negatif terhadap
perkembangan kepribadian. Akhirnya, yang dikejar hanyalah ketenaran dan
materi dan kemudian lalai dari tujuan hakiki kehidupannya, mencari ridha
Allah, tergantikan tujuan duniawi, menjadi kaya dan terkenal. Ini adalah
gambaran generasi muda yang sangat jauh dari harapan umat, dan tentu sangat
jauh dari gambaran khoiru ummah (umat terbaik) yang disebut Allah
di dalam firmanNya
“Kalian
adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, yang memerintahkan kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah, Dan
sekiranya ahlul kitab beriman maka itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka
ada menjadi orang-orang yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang
fasik “ (TQS Ali Imran 110)
Tak hanya
itu, kapitalisme juga lahirkan generasi instan yang juga sangat berbahaya.
Keinginan untuk meraih tujuan dengan terburu-buru,dan mendapatkan segala
sesuatu dengan mudah dan cepat menjadi celah bagi berbagai kejahatan. Impian
menjadi selebriti, ingin diraih dengan instan, akhirnya malah jadi
korban penipuan bahkan ada yang tewas mengenaskan. Menurut catatan Komnas
Perlindungan Anak sepanjang Januari hingga Oktober 2012, setidaknya terjadi 21
kasus penculikan yang berawal dari perkenalan korban dengan pelaku melalui
situs jejaring sosial. Satu orang di antaranya tewas saat ditemukan oleh pihak
keluarga (kompas.com, 11/10/2012)
Kapitalisme
juga mengajarkan agar kaum muda berkeinginan untuk meraih kesenangan hidup sesaat,
ingin berpakaian dan berdandan mengikuti mode, punya black berry keluaran
terbaru, berhura-hura dan mengikuti gaya hidup hedonis lainnya. Semuanya
menuntut untuk dipenuhi secara instan karena keterbatasan ekonomi,
keahlian maupun ketrampilan. Akhirnya harus mengorbankan harga
diri, menjual tubuh, mengorbankan sekolah, masa depan dll.
Kapitalisme
juga melahirkan generasi yang malas berusaha. Lihatlah persaingan tak sehat
ketika Ujian Nasional digelar. Kunci Jawaban diperjualbelikan, nyontek sudah
menjadi pemandangan umum di berbagai sekolah, bahkan gurupun terlibat dalam
proses kecurangan seputar Ujian Nasional. Orang tuapun berucap
‘alhamdulillah’ ketika mendengar cerita sang buah hati bahwa ia mendapatkan
contekan dari gurunya. Semuanya seolah berlomba untuk melahirkan generasi
instan, yang ingin meraih nilai tinggi dalam ujian tapi tak ingin
bersusah payah belajar. Apa yang akan terjadi dengan masa depan negeri
ini jika generasi mudanya adalah generasi seperti ini? Lantas apakah kita akan
tetap membiarkan ini terjadi?
Islam
Lahirkan Generasi Pengubah Peradaban
Gambaran
kaum muda Indonesia di atas tentu sangat jauh dari gambaran
generasi muda ideal. Berkaca dari sejarah, ada beberapa anak muda muslim di
masa terdahulu yang layak menjadi teladan bagi kaum muda Indonesia
karena prestasi mereka yang luar biasa bagi kemajuan umat dan bahkan sebagian
dari mereka berkontribusi dalam mengubah peradaban dunia.
Usamah bin
Zaid, telah ikut berperang sejak kecil, dan karena keahliannya, maka ia diangkat
menjadi panglima perang pada usia enam belas tahun, di riwayat yang lain
disebut di usia delapan belas tahun. Muadz bin Jabal, salah seorang
sahabat Rasul yang terpercaya, Rasulullah saw pernah memujinya: “Muadz bin
Jabal adalah orang yang paling tahu tentang halal dan haram di kalangan
umatku”. Beliau ketika dinobatkan menjadi hakim agung negara, usianya masih
18 tahun.
Pemuda-pemuda
semacam Usamah dan Muadz, banyak kita temui juga pada masa setelah generasi
shahabat. Imam Syafi’i, di usianya yang menginjak 14 tahun telah
dijadikan sebagai rujukan dalam memberikan fatwa agama. Muhammad Al
fatih, memimpin penaklukan Konstantinopel di usianya yang ke-24. Seorang ahli
kedokteran sekaligus penemu ilmu kedokteran yang kita kenal sebagai Ibnu Sina,telah
hafal Qur’an dan belajar ilmu kedokteran di usia 10 tahun. Dan di usia ke 17,
Allah memberinya jalan yang tak pernah ia duga sebelumnya, ia berhasil
menyembuhkan penyakit raja Bukhara padahal banyak tabib dan ahli tak berhasil
menyembuhkannya.
Mereka masih
sangat muda, namun prestasi mereka luar biasa. Pemuda-pemuda semacam
mereka lah yang menjadi gambaran generasi muslim ideal, dan layak untuk
dicontoh generasi muda sekarang. Mereka memiliki karakteristik sebagai
berikut
1. Keimanan
yang kuat
Keimanan
yang kuat menjadi fondasi dasar yang harus ada dalam setiap muslim. Generasi
yang memiliki keimanan yang kokoh hanya menyembah kepada Allah dan tidak
menyekutukan Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah. Generasi
yang menjadikan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta dan Rasul-Nya di
atas kecintaan-kecintaannya yang lain. Pada diri mereka tertanam
keyakinan yang kuat, bahwa hidup adalah ladang amal untuk mencari ridha
Allah. Maka mereka berusaha dan berbuat sebaik-baiknya untuk mengisi
hidupnya dengan spirit perjuangan meninggikan kalimat Allah, menegakkan
agama-Nya, dan menyebarkan cahaya Islam ke seluruh dunia.
2.
Berkepribadian Islam
Sosok
generasi yang berkepribadian Islam adalah generasi yang memiliki
keyakinan kuat terhadap Islam (berakidah islam), lalu akidah Islam tersebut
dijadikan sebagai pijakan dan standar satu-satunya dalam mengarahkan cara
berpikirnya dan pola bersikapnya. Semua aktivitas dan problem dalam kehidupan,
diatur dan diselesaikan berdasarkan aturan Islam (Syari’at Islam).
Bagi
generasi yang berkepribadian Islam, kenyataan yang ada di masyarakat bukanlah
parameter mereka untuk berbuat, tetapi Islam-lah yang harus dipegang
kuat. Mereka yakin bahwa hanya aturan Islam yang terbaik dan layak
diterapkan. Ini akan mendorongnya untuk secara terus menerus
menggerakkan perubahan di masyarakat menuju kehidupan yang Islami. Mereka
akan berusaha semaksimal mungkin menjadi teladan dan motor perjuangan Islam
yang nyata di tengah masyarakat.
3. Berjiwa
pemimpin dan peduli umat.
Penerapan
Syari’at Islam tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam saja, tetapi merupakan
rahmat bagi seluruh manusia dan mensejahterakan kehidupan dunia. “Dan
tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi
semesta alam”. (TQS. Al Anbiyaa’ : 107). Karakter Islam yang demikian
inilah yang mendorong umatnya untuk menyebarkan dan memperjuangkan Islam untuk
tegak di muka bumi, karena Islam tidak sekedar memperbaiki individu, tapi juga
masyarakat, negara dan dunia seluruhnya. Hal ini yang menumbuhkan rasa tanggung
jawab dan kepemimpinan dalam diri umat atau generasi Islam.
Generasi ini
tidak hanya mementingkan kesenangan hidup di dunia dengan mengejar materi,
bermain-main dan berhura-hura (gaya hidup materialistik hedonistik). Generasi
ini serius dan sungguh-sungguh dalam memperjuangkan tegaknya Islam hingga
menyinari seluruh alam. Generasi yang memberikan keteladanan dan memiliki
tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan umat secara
keseluruhan.
Generasi
terbaik ini juga memiliki kepedulian yang besar terhadap kondisi umat. Ia
tidak rela dengan kondisi keterpurukan dan kelemahan umat. Maka ia
mengerahkan seluruh potensinya untuk memperjuangkan kebangkitan umat. Ia
menjadi motor perjuangan dan agen perubahan di tengah umat.
4. Menguasai
tsaqofah Islam dan ilmu pengetahuan
“Katakanlah
(hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang
yang tidak berpengetahuan.” (Qs. az-Zumar [39]: 9).
Generasi
muslim yang mumpuni akan senantiasa menyesuaikan setiap amalnya sesuai
dengan ketetapan Allah. Maka ia berusaha untuk menguasai ilmu-ilmu yang ia
butuhkan untuk mampu memahami hukum Allah atasnya. Tak putus-putusnya ia
mempelajari tsaqofah Islam, sehingga akhirnya ia mampu menguasainya.
Hal ini
diimbangi dengan semangat menambah ilmu pengetahuan. Ia memahami bahwa seorang
muslim tidak hanya hidup untuk akheratnya saja. Ia memiliki motivasi kuat
untuk menguasai teknologi yang akan membawa maslahat dan mengantarkan pada
kemajuan umat. Ia tidak rela Islam berada di bawah kendali umat lain
dalam teknologi, karena keyakinannya bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang
diciptakan Allah seperti dalam Al Qur’an Surat Ali Imran 110.
Menjadi
Generasi Pengubah Peradaban, Bukan Generasi Instan
Apa yang
dicapai Imam Syafii, al Fatih, Ibnu sina dan tokoh-tokoh muslim lainnya di usia
muda adalah buah dari kerja keras dan kekuatan ruhiyah yang mereka miliki,
bukan dengan jalan pintas atau berbagai cara instan yang menghalalkan segala
cara. Mereka terkenal, bukan karena ingin terkenal tapi karena keinginan
untuk memberikan persembahan terbaik kepada umat dan agama, dan ingin meraih
kemuliaan hidup dunia dan akhirat. Mereka berhasil setelah bertahun-tahun
sebelumnya, mereka mencanangkan tekad dan menempa diri untuk melakukannya dan
juga peran dari orang-orang terdekat mereka seperti orang tua, guru dll. Salah satu
pepatah Arab “man jadda wajada” yang artinya “barang siapa bersungguh-sungguh
maka akan berhasil” sangatlah tepat untuk menggambarkan upaya mereka.
Tengoklah
bagaimana kisah hidup Imam Syafi’i. Karya-karyanya yang luar biasa,telah
menjadikannya sebagai ulama besar yang akan selalu dikenang hingga akhir jaman.
Itu semua tak diraih dengan mudah dan instan. Beliau lampaui masa kecilnya
hanya dengan seorang ibu yang sangat miskin. Kemiskinan yang dialaminya
tidak membuat Imam Syafi’i menyerah dalam mencintai Islam dan
menimba ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan
kulit, pelepah kurma, dan tulang unta semata-mata demi kecintaannya dalam
menulis ilmu Islam. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan
tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan
hadits-hadits Nabi.
Saat berusia
9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan
beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju
Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan
1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni
bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani Hundail selama beberapa tahun,
kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar
yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni.
Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15
tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i
belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu
ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan
bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para
muridnya.
Muhammad Al
Fatih. Yang biasa disebut Al Fatih,Sang Penakluk benteng Konstantinopel,
telah belajar keras sejak kecil. Ia dididik sejak kecil oleh ulama-ulama besar
pada jamannya yang telah membentuk mental penakluk pada dirinya. Maka tidak
mengherankan ketika berumur 23 tahun, al-Fatih telah menguasai 7 bahasa dan dia
telah memimpin ibu kota Khilafah Islam di Adrianopel (Edirne) sejak berumur 21
tahun (ada yang memberikan keterangan dia telah matang dalam politik sejak 12
tahun). Sebagian besar hidup al-Fatih berada diatas kuda, dan beliau tidak
pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya untuk menjaga kedekatannya
dengan Allah dan memohon pertolongan dan idzinnya atas keinginannya yang telah
terpancang kuat dari awal yaitu Menaklukkan
Konstantinopel.
Al Fatih
sangat sadar, untuk menaklukkan Konstantiopel dia membutuhkan perencanaan
yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan. Maka diapun membentuk dan
mengumpulkan pasukan elit yang dinamakan Janissaries, yang dilatih dengan ilmu
agama, fisik, taktik dan segala yang dibutuhkan oleh tentara, Dan pendidikan
ini dilaksanakan sejak dini, dan khusus dipersiapkan untuk penaklukan
Konstantinopel. 40.00 orang yang loyal kepada Allah dan rasul-Nya pun berkumpul
dalam penugasan ini. Selain itu dia juga mengamankan selat Bosphorus yang
menjadi nadi utama perdagangan dan transportasi bagi konstantinopel dengan
membangun benteng dengan 7 menara citadel yang selesai dalam waktu kurang dari
4 bulan.
Tetapi
Konstantinopel bukanlah kota yang mudah ditaklukkan, kota ini menahan serangan
dari berbagai penjuru dunia dan berhasil menetralkan semua ancaman yang datang
kepadanya karena memiliki sistem pertahanan yang sangat maju pada zamannya,
yaitu tembok yang luar biasa tebal dan tinggi, tingginya sekitar 30 m dan tebal
9 m, tidak ada satupun teknologi yang dapat menghancurkan dan menembus tembok
ini pada masa lalu. Dan untuk inilah al-Fatih menugaskan khusus pembuatan
senjata yang dapat mengatasi tembok ini.
Setelah
mempersiapkan meriam raksasa yang dapat melontarkan peluru seberat 700 kg,
al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3,
yaitu pasukan laut dengan 400 kapal perang menyerang melalui laut marmara,
kapal-kapal kecil untuk menembus selat tanduk, dan sisanya melalui jalan darat
menyerang dari sebelah barat Konstantinopel
Keseluruhan
pasukan al-Fatih dapat direpotkan oleh pasukan konstantinopel yang bertahan di
bentengnya, belum lagi serangan bantuan dari negeri kristen lewat laut menambah
beratnya pertempuran yang harus dihadapi oleh al-Fatih, sampai tanggal 21 April
1453 tidak sedikitpun tanda-tanda kemenangan akan dicapai pasukan al-Fatih,
lalu akhirnya mereka mencoba suatu cara yang tidak terbayangkan kecuali orang
yang beriman. Dalam waktu semalam 70 kapal pindah dari selat Bosphorus menuju
selat Tanduk dengan menggunakan tenaga manusia. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya
Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium
mengatakan:
“kami tidak
pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar
biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia
menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti
gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang
dilakukan oleh Alexander yang Agung,” 70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari Selat
Bosphorus ke Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam
Subhanallah,
upaya yang dilakukan Al Fatih dengan mengerahkan segenap kemampuan yang
dimiliki, ditambah dengan kedekatannya yang luar biasa kepada Allah, telah
memastikan pertolongan Nya kepada Al Fatih.
Sejarah
dipelajari bukan hanya untuk dikenang tapi agar kita bisa belajar dari sejarah.
Banyak orang yang belajar sejarah tapi tak banyak orang yang belajar dari
sejarah. Dengan mempelajari sejarah, bagaimana tokoh-tokoh besar tak lahir
secara instan, seharusnya memacu para pemuda saat ini untuk bisa menjadi pemuda
idaman, pengubah jaman dan peradaban dengan mengerahkan segenap kemampuan.
Islam
Mengajarkan Cara Meraih Tujuan
Boleh saja
bermimpi, tapi berusahalah dan tentukan langkah riil untuk meraih impian.
Nasihat ini sangat tepat untuk orang-orang yang ingin meraih keberhasilan, dan
menggapai mimpi-mimpinya. Dan ini pula yang diajarkan oleh Islam. Dalam
perspektif syariat Islam, melakukan upaya untuk meraih suatu tujuan atau yang
kemudian disebut dengan istilah as-sababiyah merupakan kewajiban
yang ditetapkan oleh Allah SWT.
Ada seorang
laki-laki datang kepada Nabi Muhammad saw yang hendak meninggalkan
untanya. Ia kemudian berkata, “Aku akan membiarkan untaku, lalu akan bertawakal
kepada Allah.” Akan tetapi, Nabi Muhammad Saw bersabda kepadanya, “i’qilha
wa tawakkal” yang artinya “Ikatlah (untamu) dan bertawakallah (kepada
Allah).” (HR Ibnu Hibban). Di dalam hadist ini ada dua tuntutan yaitu
mengikat unta dan bertawakal. Hukum tawakal adalah wajib sebagaimana firman
Allah “ Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada
Allah/ sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya
(TQS Ali Imran 159). Hukum mengikat unta (melakukan upaya/usaha
untuk meraih tujuan) juga wajib karena kata i’qilha (ikatlah untamu)
adalah shighat amr (bentuk perintah) yang mengandung tuntutan yang pasti
(thalab jazm) untuk mengerjakan sesuatu. Ini karena adanya wawu
‘athaf yang mengandung makna muthlaq al-jam’i (penyatuan mutlak),
yaitu menyatunya ma’thuf dan ma’thuf alayh dalam satu
hukum. Sehingga dipahami dari hadist ini bahwa mengikat unta yaitu berusaha dan
bertawakal, ke duanya hukumnya wajib.
Tak hanya
mewajibkan adanya upaya untuk meraih tujuan, Islam juga mengajarkan bahwa upaya
tersebut harus dilakukan dengan penuh kesungguhan, melewati berbagai tahapan
yang pasti akan penuh dengan rintangan dan hambatan, juga membutuhkan
kesabaran dan keteguhan. Jika kita mengkaji secara cermat kehidupan Rasulullah
Saw, kita akan dapati bahwa beliau selalu melakukan as sababiyah. Beliau
tidak pernah menargetkan kemenangan di medan peperangan tanpa adanya persiapan
militer, tidak menuntut perubahan masyarakat tanpa melakukan interaksi dengan
mayarakat melalui pergulatan pemikiran, tidak menaklukkan kota Mekah tanpa
mempersiapkan pasukan atau tanpa aktivitas jihad. Beliau selalu berupaya dengan
penuh kesungguhan untuk meraih tujuan. Bahkan untuk tujuan yang bersifat mubah
sekalipun, beliau selalu melakukan as sababiyah. Begitu juga yang
dilakukan oleh para shahabat, tabi’in, tabi’at-tabi’in dan generasi setelah
mereka.
Dengan
konsep seperti ini, dengan selalu melakukan as sababiyah (
melakukan sebab untuk mendatangkan akibat) yaitu melakukan upaya untuk
meraih suatu tujuan dengan penuh kesungguhan dan keteguhan dan kemudian diiringi
dengan tawakkal yaitu memasrahkan hasil/keberhasilan dari setiap upaya kepada
Allah, maka Islam telah berhasil melahirkan generasi cemerlang, generasi ideal,
PENGUBAH PERADABAN dan layak menjadi teladan sepanjang jaman. Inginkah kita
semua meraihnya?
Tentu….tapi
tak bisa secara instan. Perlu upaya dan kesungguhan juga keyakinan akan
pertolongan Allah SWT. Dan yang terpenting, generasi tersebut tak bisa lahir
selama system yang diterapkan adalah system kapitalisme kufur yang rusak dan
bathil seperti saat ini. Hanya dengan menerapkan syariat islam secara
kaaffah dalam naungan system islam yaitu daulah Khilafah Islamiyah, insya Allah
kita akan bisa mewujudkannya. Karenanya, adalah sebuah keniscayaan bagi kita
semua yang ingin mengubah negeri ini menjadi negeri yang jauh lebih baik,
untuk mempersiapkan generasi mudanya agar menjadi generasi baru, yang memiliki
semangat, kesungguhan dan keteguhan untuk mengubah peradaban dan berjuang
untuk tegaknya Islam secara sempurna.
Wallahu
a’lam bi shawab.
Teruntuk
generasi pembangun peradaban
Salam
dariku : Ummu Azkia Fachrina, Bekasi, 25
januari 2013
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar