Halaman

Minggu, 27 Januari 2013

KAPITALISME LAHIRKAN GENERASI INSTAN


Bottom of Form
oleh Ummu Azkia Fachrina pada 25 Januari 2013 

Sebutlah A, B, atau C. Jika A,B, atau C itu adalah gambaran potret kaum muda Indonesia yang hidup dalam sistem kapitalisme yang liberalis (mengajarkan kebebasan) dan sekuleris (memisahkan agama dari kehidupan). Hidup semaunya dan  sesukanya, tak mau diatur dengan aturan apapun, dan menjadikan agama hanya sebagai identitas di kartu pengenal entah Kartu pelajar, KTP atau SIM dan yang semisalnya. Impian mereka ingin meniru artis atau selebritis. Bisa foto model, artis sinetron, boyband atau girlband, komedian atau yang lainnya. Alasannya sederhana, gampang dapat uang dan mudah tenarnya. Mereka ingin raih semua impian tersebut dalam waktu singkat, secara  instan. Tak mau bersusah payah dan tak mau bersabar melakukan sebuah proses menuju impian.

Jika gambaran tersebut tetap Berjaya, sungguh generasi muda kita terancam bahaya. Orientasi anak-anak kita akan bergeser untuk menjadi selebritas, bukannya menjadi ilmuwan, cendekiawan, ulama dan sebagainya, cita-cita yang lebih berkontribusi terhadap kemajuan umat. Belum lagi bahaya terhadap akhlak dan agama.  Budaya selebritas yang dekat dengan pergaulan bebas, eksploitasi fisik, dan kebebasan berkspresi, dikhawatirkan akan berimbas negatif terhadap perkembangan kepribadian. Akhirnya, yang dikejar hanyalah ketenaran dan materi dan kemudian  lalai dari tujuan hakiki kehidupannya, mencari ridha Allah, tergantikan tujuan duniawi, menjadi kaya dan  terkenal. Ini adalah gambaran generasi muda yang sangat jauh dari harapan umat, dan tentu sangat jauh dari gambaran   khoiru ummah (umat terbaik) yang disebut Allah di dalam firmanNya

Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan bagi manusia, yang memerintahkan kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar dan beriman kepada Allah, Dan sekiranya ahlul kitab beriman maka itu lebih baik bagi mereka. Di antara mereka ada menjadi orang-orang yang beriman dan kebanyakan mereka adalah orang-orang fasik “ (TQS Ali Imran 110)

Tak hanya itu, kapitalisme juga lahirkan generasi instan yang juga sangat berbahaya. Keinginan untuk meraih tujuan dengan terburu-buru,dan  mendapatkan segala sesuatu dengan mudah dan cepat menjadi celah bagi berbagai kejahatan. Impian menjadi  selebriti, ingin  diraih dengan instan, akhirnya malah jadi korban penipuan bahkan ada yang tewas mengenaskan. Menurut catatan Komnas Perlindungan Anak sepanjang Januari hingga Oktober 2012, setidaknya terjadi 21 kasus penculikan yang berawal dari perkenalan korban dengan pelaku melalui situs jejaring sosial. Satu orang di antaranya tewas saat ditemukan oleh pihak keluarga (kompas.com, 11/10/2012)

Kapitalisme juga mengajarkan agar kaum muda berkeinginan untuk meraih kesenangan hidup sesaat, ingin berpakaian dan berdandan mengikuti mode, punya black berry keluaran terbaru, berhura-hura  dan mengikuti gaya hidup hedonis lainnya. Semuanya menuntut untuk dipenuhi secara instan karena  keterbatasan ekonomi, keahlian maupun ketrampilan. Akhirnya  harus mengorbankan  harga diri, menjual tubuh, mengorbankan sekolah, masa depan dll.

Kapitalisme juga melahirkan generasi yang malas berusaha. Lihatlah persaingan tak sehat ketika Ujian Nasional digelar. Kunci Jawaban diperjualbelikan, nyontek sudah menjadi pemandangan umum di berbagai sekolah, bahkan gurupun terlibat dalam proses kecurangan seputar Ujian Nasional. Orang tuapun  berucap ‘alhamdulillah’ ketika mendengar cerita sang buah hati bahwa ia mendapatkan contekan dari gurunya. Semuanya seolah  berlomba untuk melahirkan generasi instan, yang  ingin meraih nilai tinggi dalam ujian tapi tak ingin bersusah payah belajar.  Apa yang akan terjadi dengan masa depan negeri ini jika generasi mudanya adalah generasi seperti ini? Lantas apakah kita akan tetap membiarkan ini terjadi?

Islam Lahirkan Generasi Pengubah Peradaban
Gambaran kaum muda  Indonesia di atas tentu  sangat jauh dari gambaran generasi muda ideal. Berkaca dari sejarah, ada beberapa anak muda muslim di masa terdahulu  yang layak menjadi teladan bagi  kaum muda Indonesia karena prestasi mereka yang luar biasa bagi kemajuan umat dan bahkan sebagian dari mereka berkontribusi dalam  mengubah  peradaban dunia.

Usamah bin Zaid, telah ikut berperang sejak kecil, dan karena keahliannya, maka ia diangkat menjadi panglima perang pada usia enam belas tahun, di riwayat yang lain disebut di usia delapan belas tahun.  Muadz bin Jabal, salah seorang sahabat Rasul yang terpercaya, Rasulullah saw pernah memujinya: “Muadz bin Jabal adalah orang yang paling tahu tentang halal dan haram di kalangan umatku”. Beliau ketika dinobatkan menjadi hakim agung negara, usianya masih 18 tahun.

Pemuda-pemuda semacam Usamah dan Muadz, banyak kita temui juga pada masa setelah generasi shahabat.  Imam Syafi’i, di usianya yang menginjak 14 tahun telah dijadikan sebagai rujukan dalam memberikan fatwa agama.  Muhammad Al fatih, memimpin penaklukan Konstantinopel di usianya yang ke-24. Seorang ahli kedokteran sekaligus penemu ilmu kedokteran yang kita kenal sebagai Ibnu Sina,telah hafal Qur’an dan belajar ilmu kedokteran di usia 10 tahun. Dan di usia ke 17, Allah memberinya jalan yang tak pernah ia duga sebelumnya, ia berhasil menyembuhkan penyakit raja Bukhara padahal banyak tabib dan ahli tak berhasil menyembuhkannya.

Mereka masih sangat muda, namun prestasi mereka luar biasa.  Pemuda-pemuda semacam mereka lah yang menjadi gambaran generasi muslim ideal, dan layak untuk dicontoh  generasi muda sekarang. Mereka memiliki karakteristik sebagai berikut

1. Keimanan yang kuat
Keimanan yang kuat menjadi fondasi dasar yang harus ada dalam setiap muslim. Generasi yang memiliki keimanan yang kokoh hanya menyembah kepada Allah dan tidak menyekutukan Allah dan menyerahkan diri sepenuhnya hanya kepada Allah. Generasi yang menjadikan kecintaannya kepada Sang Maha Pencipta  dan Rasul-Nya di atas kecintaan-kecintaannya yang lain.  Pada diri mereka tertanam keyakinan yang kuat, bahwa hidup adalah ladang amal untuk mencari ridha Allah.  Maka mereka berusaha dan berbuat sebaik-baiknya untuk mengisi hidupnya dengan spirit perjuangan meninggikan kalimat Allah, menegakkan agama-Nya, dan menyebarkan cahaya Islam ke seluruh dunia.

2. Berkepribadian Islam
Sosok generasi yang berkepribadian  Islam adalah generasi yang memiliki keyakinan kuat terhadap Islam (berakidah islam), lalu akidah Islam tersebut dijadikan sebagai pijakan dan standar satu-satunya dalam mengarahkan cara berpikirnya dan pola bersikapnya. Semua aktivitas dan problem dalam kehidupan, diatur dan diselesaikan berdasarkan aturan  Islam (Syari’at Islam).
Bagi generasi yang berkepribadian Islam, kenyataan yang ada di masyarakat bukanlah parameter mereka untuk berbuat, tetapi  Islam-lah yang harus dipegang kuat. Mereka yakin bahwa hanya aturan Islam yang terbaik dan layak diterapkan.   Ini akan mendorongnya untuk secara  terus menerus menggerakkan perubahan di masyarakat menuju kehidupan yang Islami. Mereka  akan berusaha semaksimal mungkin menjadi teladan dan motor perjuangan Islam yang nyata di tengah masyarakat.

3. Berjiwa pemimpin dan peduli umat.
Penerapan Syari’at Islam tidak hanya dikhususkan untuk umat Islam saja, tetapi merupakan rahmat bagi seluruh manusia dan mensejahterakan kehidupan dunia. “Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”. (TQS. Al Anbiyaa’ : 107).  Karakter Islam yang demikian inilah yang mendorong umatnya untuk menyebarkan dan memperjuangkan Islam untuk tegak di muka bumi, karena Islam tidak sekedar memperbaiki individu, tapi juga masyarakat, negara dan dunia seluruhnya. Hal ini yang menumbuhkan rasa tanggung jawab dan kepemimpinan dalam diri umat atau generasi Islam.

Generasi ini tidak hanya mementingkan kesenangan hidup di dunia dengan mengejar materi, bermain-main dan berhura-hura (gaya hidup materialistik hedonistik). Generasi ini serius dan sungguh-sungguh dalam memperjuangkan tegaknya Islam hingga menyinari seluruh alam. Generasi yang memberikan keteladanan dan memiliki tanggung jawab terhadap dirinya sendiri, keluarga, masyarakat dan umat secara keseluruhan.
Generasi terbaik ini juga memiliki kepedulian yang besar terhadap kondisi umat.  Ia tidak rela dengan kondisi keterpurukan dan kelemahan umat.  Maka ia mengerahkan seluruh potensinya untuk memperjuangkan kebangkitan umat.  Ia menjadi motor perjuangan dan agen perubahan di tengah umat.

4. Menguasai tsaqofah Islam dan ilmu pengetahuan
“Katakanlah (hai Muhammad), apakah sama orang-orang yang berpengetahuan dengan orang-orang yang tidak berpengetahuan.” (Qs. az-Zumar [39]: 9).
Generasi muslim yang mumpuni akan senantiasa  menyesuaikan setiap amalnya sesuai dengan ketetapan Allah. Maka ia berusaha untuk menguasai ilmu-ilmu yang ia butuhkan untuk mampu memahami hukum Allah atasnya.  Tak putus-putusnya ia mempelajari tsaqofah Islam, sehingga akhirnya ia mampu menguasainya.
Hal ini diimbangi dengan semangat menambah ilmu pengetahuan. Ia memahami bahwa seorang muslim tidak hanya hidup untuk akheratnya saja.  Ia memiliki motivasi kuat untuk menguasai teknologi yang akan membawa maslahat dan mengantarkan pada kemajuan umat.  Ia tidak rela Islam berada di bawah kendali umat lain dalam teknologi, karena keyakinannya bahwa umat Islam adalah umat terbaik yang diciptakan  Allah seperti dalam Al Qur’an Surat Ali Imran 110.

Menjadi Generasi  Pengubah Peradaban, Bukan Generasi  Instan
Apa yang dicapai Imam Syafii, al Fatih, Ibnu sina dan tokoh-tokoh muslim lainnya di usia muda adalah buah dari kerja keras dan kekuatan ruhiyah yang mereka miliki, bukan dengan jalan pintas atau berbagai cara instan yang menghalalkan segala cara.  Mereka terkenal, bukan karena ingin terkenal tapi karena keinginan untuk memberikan persembahan terbaik kepada umat dan agama, dan ingin meraih kemuliaan hidup dunia dan akhirat. Mereka berhasil setelah bertahun-tahun sebelumnya, mereka mencanangkan tekad dan menempa diri untuk melakukannya dan juga peran dari orang-orang terdekat mereka seperti orang tua, guru dll. Salah satu pepatah Arab “man jadda wajada” yang artinya “barang siapa bersungguh-sungguh maka akan berhasil” sangatlah tepat  untuk menggambarkan upaya mereka.

Tengoklah bagaimana kisah hidup Imam Syafi’i. Karya-karyanya yang luar biasa,telah menjadikannya sebagai ulama besar yang akan selalu dikenang hingga akhir jaman. Itu semua tak diraih dengan mudah dan instan. Beliau lampaui masa kecilnya hanya dengan seorang ibu yang sangat miskin.  Kemiskinan yang dialaminya tidak  membuat  Imam Syafi’i menyerah dalam mencintai Islam dan menimba ilmu. Beliau sampai harus mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta semata-mata demi kecintaannya dalam menulis ilmu Islam. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi.

Saat berusia 9 tahun, beliau telah menghafal seluruh ayat Al Quran dengan lancar bahkan beliau sempat 16 kali khatam Al Quran dalam perjalanannya dari Mekkah menuju Madinah. Setahun kemudian, kitab Al Muwatha’ karangan imam malik yang berisikan 1.720 hadis pilihan juga dihafalnya di luar kepala, Imam Syafi’i juga menekuni bahasa dan sastra Arab di dusun badui bani Hundail selama beberapa tahun, kemudian beliau kembali ke Mekkah dan belajar fiqh dari seorang ulama besar yang juga mufti kota Mekkah pada saat itu yaitu Imam Muslim bin Khalid Azzanni. Kecerdasannya inilah yang membuat dirinya dalam usia yang sangat muda (15 tahun) telah duduk di kursi mufti kota Mekkah, namun demikian Imam Syafi’i belum merasa puas menuntut ilmu karena semakin dalam beliau menekuni suatu ilmu, semakin banyak yang belum beliau mengerti, sehingga tidak mengherankan bila guru Imam Syafi’i begitu banyak jumlahnya sama dengan banyaknya para muridnya.

Muhammad Al Fatih. Yang biasa disebut Al Fatih,Sang Penakluk benteng Konstantinopel,  telah belajar keras sejak kecil. Ia dididik sejak kecil oleh ulama-ulama besar pada jamannya yang telah membentuk mental penakluk pada dirinya. Maka tidak mengherankan ketika berumur 23 tahun, al-Fatih telah menguasai 7 bahasa dan dia telah memimpin ibu kota Khilafah Islam di Adrianopel (Edirne) sejak berumur 21 tahun (ada yang memberikan keterangan dia telah matang dalam politik sejak 12 tahun). Sebagian besar hidup al-Fatih berada diatas kuda, dan beliau tidak pernah meninggalkan shalat rawatib dan tahajjudnya untuk menjaga kedekatannya dengan Allah dan memohon pertolongan dan idzinnya atas keinginannya yang telah terpancang kuat dari awal yaitu Menaklukkan Konstantinopel.

Al Fatih sangat sadar,  untuk menaklukkan Konstantiopel dia membutuhkan perencanaan yang baik dan orang-orang yang bisa diandalkan. Maka diapun membentuk dan mengumpulkan pasukan elit yang dinamakan Janissaries, yang dilatih dengan ilmu agama, fisik, taktik dan segala yang dibutuhkan oleh tentara, Dan pendidikan ini dilaksanakan sejak dini, dan khusus dipersiapkan untuk penaklukan Konstantinopel. 40.00 orang yang loyal kepada Allah dan rasul-Nya pun berkumpul dalam penugasan ini. Selain itu dia juga mengamankan selat Bosphorus yang menjadi nadi utama perdagangan dan transportasi bagi konstantinopel dengan membangun benteng dengan 7 menara citadel yang selesai dalam waktu kurang dari 4 bulan.

Tetapi Konstantinopel bukanlah kota yang mudah ditaklukkan, kota ini menahan serangan dari berbagai penjuru dunia dan berhasil menetralkan semua ancaman yang datang kepadanya karena memiliki sistem pertahanan yang sangat maju pada zamannya, yaitu tembok yang luar biasa tebal dan tinggi, tingginya sekitar 30 m dan tebal 9 m, tidak ada satupun teknologi yang dapat menghancurkan dan menembus tembok ini pada masa lalu. Dan untuk inilah al-Fatih menugaskan khusus pembuatan senjata yang dapat mengatasi tembok ini.

Setelah mempersiapkan meriam raksasa yang dapat melontarkan peluru seberat 700 kg, al-Fatih lalu mempersiapkan 250.000 total pasukannya yang terbagi menjadi 3, yaitu pasukan laut dengan 400 kapal perang menyerang melalui laut marmara, kapal-kapal kecil untuk menembus selat tanduk, dan sisanya melalui jalan darat menyerang dari sebelah barat Konstantinopel

Keseluruhan pasukan al-Fatih dapat direpotkan oleh pasukan konstantinopel yang bertahan di bentengnya, belum lagi serangan bantuan dari negeri kristen lewat laut menambah beratnya pertempuran yang harus dihadapi oleh al-Fatih, sampai tanggal 21 April 1453 tidak sedikitpun tanda-tanda kemenangan akan dicapai pasukan al-Fatih, lalu akhirnya mereka mencoba suatu cara yang tidak terbayangkan kecuali orang yang beriman. Dalam waktu semalam 70 kapal pindah dari selat Bosphorus menuju selat Tanduk dengan menggunakan tenaga manusia. Yilmaz Oztuna di dalam bukunya Osmanli Tarihi menceritakan salah seorang ahli sejarah tentang Byzantium mengatakan:

“kami tidak pernah melihat dan tidak pernah mendengar sebelumnya, sesuatu yang sangat luar biasa seperti ini. Muhammad Al-Fatih telah mengubah bumi menjadi lautan dan dia menyeberangkan kapal-kapalnya di puncak-puncak gunung sebagai pengganti gelombang-gelombang lautan. Sungguh kehebatannya jauh melebihi apa yang dilakukan oleh Alexander yang Agung,” 70 Kapal al-Fatih dipindahkan dari Selat Bosphorus ke Selat Tanduk melalui Pegunungan Galata dalam waktu 1 malam

Subhanallah, upaya yang dilakukan Al Fatih dengan mengerahkan segenap kemampuan yang dimiliki, ditambah dengan kedekatannya yang luar biasa kepada Allah, telah memastikan pertolongan Nya kepada Al Fatih.

Sejarah dipelajari bukan hanya untuk dikenang tapi agar kita bisa belajar dari sejarah. Banyak orang yang belajar sejarah tapi tak banyak orang yang belajar dari sejarah. Dengan mempelajari sejarah, bagaimana tokoh-tokoh besar tak lahir secara instan, seharusnya memacu para pemuda saat ini untuk bisa menjadi pemuda idaman, pengubah jaman dan peradaban dengan mengerahkan segenap kemampuan.

Islam Mengajarkan Cara Meraih Tujuan
Boleh saja bermimpi, tapi berusahalah dan  tentukan langkah riil untuk meraih impian. Nasihat ini sangat tepat untuk orang-orang yang ingin meraih keberhasilan, dan menggapai mimpi-mimpinya. Dan ini pula yang diajarkan oleh Islam. Dalam perspektif syariat Islam, melakukan upaya untuk meraih suatu tujuan atau yang kemudian disebut dengan  istilah as-sababiyah merupakan kewajiban yang ditetapkan oleh Allah SWT.

Ada seorang laki-laki datang kepada Nabi Muhammad saw  yang hendak meninggalkan untanya. Ia kemudian berkata, “Aku akan membiarkan untaku, lalu akan bertawakal kepada Allah.” Akan tetapi, Nabi Muhammad Saw bersabda kepadanya, “i’qilha wa tawakkal” yang artinya “Ikatlah (untamu) dan bertawakallah (kepada Allah).” (HR Ibnu Hibban).  Di dalam hadist ini ada dua tuntutan yaitu mengikat unta dan bertawakal. Hukum tawakal adalah wajib sebagaimana firman Allah “ Apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakallah kepada Allah/ sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepadaNya (TQS Ali Imran 159).  Hukum mengikat unta  (melakukan upaya/usaha untuk meraih tujuan) juga wajib karena kata i’qilha (ikatlah untamu)    adalah shighat amr (bentuk perintah) yang mengandung tuntutan yang pasti (thalab jazm) untuk mengerjakan sesuatu. Ini karena adanya wawu ‘athaf yang mengandung makna muthlaq al-jam’i (penyatuan mutlak), yaitu menyatunya ma’thuf dan ma’thuf alayh  dalam satu hukum. Sehingga dipahami dari hadist ini bahwa mengikat unta yaitu berusaha dan bertawakal, ke duanya hukumnya wajib.

Tak hanya mewajibkan adanya upaya untuk meraih tujuan, Islam juga mengajarkan bahwa upaya tersebut harus dilakukan dengan penuh kesungguhan, melewati berbagai tahapan yang pasti akan penuh dengan rintangan dan hambatan, juga  membutuhkan kesabaran dan keteguhan. Jika kita mengkaji secara cermat kehidupan Rasulullah Saw, kita akan dapati bahwa beliau selalu melakukan as sababiyah. Beliau tidak pernah menargetkan kemenangan di medan peperangan tanpa adanya persiapan militer, tidak menuntut perubahan masyarakat tanpa melakukan interaksi dengan mayarakat melalui pergulatan pemikiran, tidak menaklukkan kota Mekah tanpa mempersiapkan pasukan atau tanpa aktivitas jihad. Beliau selalu berupaya dengan penuh kesungguhan untuk meraih tujuan. Bahkan untuk tujuan yang bersifat mubah sekalipun, beliau selalu melakukan as sababiyah. Begitu juga yang dilakukan oleh para shahabat, tabi’in, tabi’at-tabi’in dan generasi setelah mereka.

Dengan konsep seperti ini, dengan  selalu melakukan as sababiyah ( melakukan sebab untuk mendatangkan akibat) yaitu  melakukan upaya untuk meraih suatu tujuan dengan penuh kesungguhan dan keteguhan dan kemudian diiringi dengan tawakkal yaitu memasrahkan hasil/keberhasilan dari setiap upaya kepada Allah, maka Islam telah berhasil melahirkan generasi cemerlang, generasi ideal, PENGUBAH PERADABAN dan layak menjadi teladan sepanjang jaman. Inginkah kita semua meraihnya?

Tentu….tapi tak bisa secara instan.  Perlu upaya dan kesungguhan juga keyakinan akan pertolongan Allah SWT. Dan yang terpenting, generasi tersebut tak bisa lahir selama system yang diterapkan adalah system kapitalisme kufur yang rusak dan bathil seperti saat ini. Hanya dengan menerapkan syariat  islam secara kaaffah dalam naungan system islam yaitu daulah Khilafah Islamiyah, insya Allah kita akan bisa mewujudkannya. Karenanya, adalah sebuah keniscayaan bagi kita semua yang ingin mengubah negeri ini menjadi negeri yang jauh lebih baik,  untuk mempersiapkan generasi mudanya agar menjadi generasi baru, yang memiliki semangat, kesungguhan dan keteguhan untuk  mengubah peradaban dan berjuang untuk tegaknya  Islam secara sempurna.
Wallahu a’lam bi shawab.

Teruntuk generasi pembangun peradaban
Salam dariku : Ummu Azkia Fachrina, Bekasi, 25 januari 2013

0 komentar:

Posting Komentar