Minggu, 27 Januari 2013
Diposting oleh
MeNoor Jilbab
di
20.15
Label:
bahaya sekulerisme,
kekerasan seksual anak,
khilafah melindungi anak,
solusi islam supaya bebas dari kekerasan seksual
Beberapa
waktu yang lalu kita dikejutkan dengan berita tentang seorang anak perempuan
berusia 11 tahun yang diduga sakit akibat kekerasan seksual. Tidak lama
kemudian, Risa nama anak tersebut diberitakan meninggal. Kasus itu adalah
kasus yang kesekian kalinya. Menurut data yang dilaporkan kepada Komnas
Perlindungan Anak, pada Tahun 2011 ada 2.509 laporan kekerasan dan 59% nya
adalah kekerasan seksual. Dan pada tahun 2012 Komnas PA menerima 2.637 laporan
yang 62% nya kekerasan seksual (bbc,18/1).
Beberapa
analisa penyebab kasus kekerasan seksual anak mulai bermunculan. Ada yang
berpendapat bahwa itu karena kemiskinan dan juga faktor
pendidikan.
Jika kita
analisis secara mendalam, sesungguhnya kekerasan seksual yang terjadi pada anak
tidaklah dapat dipisahkan dari penerapan sistem yang diberlakukan di suatu
negeri, di mana sistem hidup sekuler (agama dipisahkan dalam kehidupan dalam
segala keputusan) menjadi biang dari maraknya tindakan-tindakan
kemaksiyatan di berbagai negeri, termasuk Indonesia. Kejadian tersebut tidak
bisa dilepaskan dari nilai-nilai hidup yang salah yang telah berkembang di
masyarakat. Pelaku kekerasan seksual pada anak yang mayoritasnya adalah
orang dekat korban, menggambarkan keadaan masyarakat di suatu wilayah yang
sakit sangat parah.
Kepadatan
penduduk, kemiskinan, rendahnya pendidikan, kurangnya perhatian orangtua kepada
anak, adalah suatu kondisi yang tidak berdiri sendiri. Semua merupakan hasil
panen dari tanaman sistem kehidupan sekarang yaitu demokrasi liberal.
Nilai kebebasan yang dikandung sistem ini menjadi racun mematikan bagi akal dan
naluri manusia. Hingga seorang ayah kandung tega menggauli darah dagingnya
sendiri. Membuat saudara kandung mengeluarkan hasrat buruk terhadap
saudaranya sendiri. Ketika agama tidak lagi menjadi standar perilaku,
maka hawa nafsu menjadi penentu. Akibatnya, manusia berlomba memenuhi kebutuhan
jasmani sesuka hatinya. Liberalisme telah menghilangkan ketaqwaan individu,
hilang fithrahnya sebagai hamba Allah.
Pada sisi
lain, maraknya kekerasan seksual pada anak menjadi gambaran betapa lemahnya
jaminan keamanan bagi anak-anak. Bahkan orang tua yang seharusnya
menjadi pelindung justru menjadi sumber ancaman bagi anak-anak. Hal
ini menggambarkan bahwa keluarga tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai
tempat yang aman bagi anak. Kondisi ini menjadi makin berat ketika orangtua
termasuk ibu sibuk bekerja. Kesibukan orang tua membuatnya lupa mengawasi
anaknya. Bahkan Ketua Komnas PA, Arist Merdeka Sirait menyatakan
maraknya kekerasan seksual terhadap anak yang dilakukan oleh keluarga dekat,
adalah indikasi dari keluarga yang gagal. Oleh karena itu dibutuhkan
keluarga yang perhatian kepada anak dan keluarga ramah anak (VIVAnews, 13/1).
Saat ini,
keluarga semacam itu sepertinya sulit diwujudkan. Kemiskinan membuat kaum
ibu harus ikut bekerja mencari nafkah, sehingga mengabaikan perannya sebagai
pendidik anak. Sulitnya kehidupan mengakibatkan tekanan psikologis pada
orang tua, sehingga memicu terjadinya kekerasan kepada anak.
Selain
keluarga, lingkungan dan Negara juga telah abai memberikan jaminan keamanan
kepada anak-anak. Kehidupan masyarakat yang saat ini diwarnai oleh kehidupan
materialistis dan hedonis, akan membentuk individu yang hanya mengutamakan
terpenuhinya kebutuhan jasmani. Bahkan Negara memfasilitasi hal
tersebut.
Maraknya
pornografi dan pornoaksi menjadi bukti bagaimana syahwat dibiarkan menuntut
pemuasan. Rendahnya kontrol masyarakat juga membuat banyaknya kasus yang tidak
dilaporkan. Akibatnya para pelaku masih bebas berkeliaran dan mengancam
keselamatan anak
Ringannya
hukuman bagi pelaku kekerasan seksual menjadi bukti tambahan lemahnya jaminan
negara atas keamanan anak. Hukuman masih tidak memberikan efek
jera. Pelaku tindak pencabulan anak di bawah umur umumnya akan dijerat
Pasal 81 dan 82 Undang-Undang Nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak,
dengan hukuman antara 3 sampai 10 tahun penjara. Sementara dalam KUHP,
tindak pemerkosaan diancam hukuman penjara maksimal 15 tahun penjara.
Namun para hakim sangat jarang menjatuhkan hukuman maksimal. Solidaritas
Masyarakat Anti Kekerasan mengusulkan hukuman bagi pelaku kekerasan seksual
dihukum minimal 20 tahun penjara dan maksimal seumur hidup
Inilah buah
dari pohon sekuler. Sistem yang membawa kerusakan pada masyarakat dan
meruntuhkan sendi-sendi kehidupan manusia. Sistem ini membuat manusia tidak
lagi menjadi mulia karena perilakunya seperti binatang. Oleh karena itu Sudah
seharusnya sistem rusak ini dibuang jauh-jauh dan digantikan dengan sistem
Islam dalam tatanan daulah Khilafah Islamiyyah.
Daulah
khilafah membangun masyarakat Islam diatas landasan keimanan, yang meyakini
adanya hari pembalasan. Negara menjadi ‘perisai’ yang melindungi seluruh warga
negaranya, termasuk anak-anak. Negara wajib menjaga kebersihan pikiran
dan lingkungan dari kemaksiatan. Islam juga menetapkan hukuman berat bagi
pelaku tindak kekerasan seksual apalagi kepada anak, sehingga akan memberikan
efek jera pada yang lain. Oleh karena itu, anak akan terbebas dari kekerasan
seksual ketika hidup dalam naungan Daulah Khilafah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar